Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Musim depan, Liga Super akan bergulir. Beberapa syarat sudah diberlakukan bagi tim peserta. Salah satu yang paling disorot adalah kondisi stadion dan infrastrukturnya.
Jika berpatok pada persyaratan, rencana PSSI menggelar Liga Super pada April mendatang sebatas angan-angan. Maklum, setelah menggelar survei, BLI menemukan fakta bahwa sebagian besar markas klub-klub divisi utama tak memenuhi syarat.
Di Jatim, yang terhitung daerah berprestasi, dari tujuh tim yang bertarung di divisi utama, hanya Stadion Kanjuruan (Malang) dan Delta (Sidoarjo) yang dinilai layak untuk menjadi markas di Liga Super.
Jika digeneralisasi dari total 36 tim kontestan Liga Djarum, hanya lima stadion yang benar-benar memenuhi standar AFC yang dijadikan pegangan BLI di Liga Super nanti.
Salah satu yang disorot BLI, mayoritas lapangan di Tanah Air kondisi rumputnya bergelombang, tak memiliki penerangan dan keamanan yang memadai, serta kapasitas tempat duduk penonton yang belum menembus angka ribuan.
“Kami minta klub-klub berbenah sampai April. Jika mereka tak mampu melakukan itu, kami tak memberi toleransi. Hak keikutsertaan akan kami cabut,” kata Joko Driyono, Direktur Eksekutif BLI.
Mustahil Renovasi
Kondisi tersebut jelas membuat klub kelimpungan. Mereka yang masih pusing mencari sumber pendanaan baru selepas APBD dicabut kembali harus diruwetkan dengan persoalan pemugaran stadion yang membutuhkan biaya tak sedikit.
“Hampir semua stadion di Indonesia ini milik pemerintah. Dana untuk merenovasinya tidak bisa keluar begitu saja. Banyak prosedur yang harus ditempuh dan itu tak bisa dikebut dalam tiga sampai lima bulan,” ujar H. Ramli, Ketua Harian PSMS yang juga Wakil Wali Kota Medan.
“Mustahil semua itu dipenuhi dalam waktu dekat. Satu-satunya jalan kita harus mencari stadion alternatif untuk dijadikan sebagai markas sementara di Liga Super,” ucap Arif Afandi, Ketua Umum Persebaya.
Meminjam markas tim tetangga menjadi solusi paling realistis. Hal itu pun diperbolehkan oleh BLI. “Tetapi itu sifatnya sementara. Mereka harus memiliki markas sendiri setidaknya pada musim selanjutnya,” tutur Joko.
Namun, peminjaman itu bukan tanpa persoalan. Bentrokan antarkelompok suporter rawan terjadi, terutama bagi dua kelompok suporter klub yang punya sejarah bermusuhan. Sebut saja Persebaya, yang berencana meminjam kandang Arema atau Persema di Malang.
Setumpuk persoalan yang membayangi perlahan mulai mengurangi minat klub ikut serta di kompetisi kasta tertinggi Indonesia tersebut. “Lebih baik realistis. Mending bermain di level divisi utama yang tak terlalu banyak syarat,” ujar Udik Djanuantoro, manajer Persekabpas.
“Jika BLI bersikukuh, sudahlah kami tak usah ikut Liga Super sekalian. Memikirkan persoalan bagaimana membayar gaji sudah bikin kepala mau pecah, sekarang kami harus dipaksa-paksa merenovasi stadion yang butuh dana miliaran,” kata Randiman Tarigan, manajer PSMS.
(Penulis: Ario Yosia/Fahrizal Arnaz/Gatot Susetyo/Marwis Umsa/Teguh Nurtanto)