Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Setelah memastikan lolos ke putaran kedua kualifikasi Piala Dunia 2018, masyarakat di Bhutan, yang menurut estimasi pada 2012 berjumlah 742.737, sedang keranjingan sepak bola.
Maklum, selama ini sepak bola bukanlah olah raga utama kerajaan kecil yang terletak di Himalaya itu. Penduduk Bhutan lebih menggemari panahan, yang merupakan olah raga nasional.
Prestasi timnas Bhutan juga sangat memprihatinkan karena nyaris tak pernah beranjak dari posisi paling buncit dari ranking FIFA sejak Federasi Sepak Bola Bhutan bergabung dengan FIFA pada 2000.
Namun, pelan tapi pasti sepak bola Bhutan menggeliat. Saat ini Bhutan memiliki kompetisi domestik yang hanya diikuti tujuh klub. Pada masa awal, hanya sekitar 100 fan yang menyaksikan pertandingan. Akan tetapi, upaya federasi menggenjot promosi setelah larangan menyaksikan televisi dicabut pada akhir 90an, cukup berhasil. Kedatangan fan melonjak hingga 6.000 orang.
Bahkan saat Dawa Gyeltshen dkk. menjamu Sri Lanka di leg kedua putaran pertama kualifikasi Piala Dunia 2018 (17/3), sekitar 20 ribu penonton membanjiri Stadion Changlimithang di ibu kota negara, Thimphu.
Saat ini pemerintah juga sudah bersedia mengucurkan dana untuk sepak bola. Bahkan, Stadion Changlimithang, yang memiliki pemandangan cantik di sekelilingnya, sedang direnovasi sebagai persiapan putaran kedua kualifikasi Piala Dunia 2018.
"Keberhasilan timnas lolos ke putaran kedua kualifikasi Piala Dunia 2018 merupakan prestasi yang sangat besar untuk Bhutan dan kami kira sepak bola saat ini mencapai momen yang tepat untuk bangkit," ujar Phutsho Wangdi, pejabat Federasi Sepak Bola Bhutan, seperti dikutip di Reuters.
Seperti ditulis Reuters, timnas Bhutan saat ini banyak dihuni pemain muda yang berstatus kaum pekerja dan pelajar. Semisal kiper utama mereka, yang jadi full-time pilot untuk maskapai nasional. Hanya striker Chencho Gyeltshen yang bermain di luar negeri, tepatnya di Thailand.
"Kami tahu kami tak akan pernah bisa mencapai Piala Dunia. Akan tetapi, kami ingin menghadapi negara-negara besar di Asia seperti Jepang, Australia, dan Korsel. Sekarang ini merupakan kesempatan sekali seumur hidup buat kami dan masyarakat Bhutan," jelas Wangdi.
"Bahkan, bila kami berhadapan dengan tim seperti Thailand, Malaysia, atau Singapura, mereka tetaplah lebih maju daripada kami," lanjut Wangdi.