Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Setelah terpuruk di papan bawah klasemen hingga paruh musim, Persebaya akhirnya melakukan cuci gudang. Pemain yang dinilai minim kontribusi dicoret.
Tujuh pemain resmi didepak. “Dengan penyegaran ini, saya harap bisa bangkit di putaran kedua,” kata Arif Afandi, Ketua Umum Persebaya.
Namun, keputusan manajemen itu bisa jadi bumerang. Kondisi serupa pernah terjadi saat pelatih Rusdi Bahalwan menangani Persebaya tahun 2001. Kala itu, manajemen melakukan perombakan di pertengahan musim dengan harapan langkah Bajul Ijo semakin mulus, tapi Persebaya akhirnya malah terdegradasi.
Langkah paling berani bisa dibilang saat salah satu pemain paling senior, Mursyid Effendi, dicoret. Kuatnya pengaruh Mursyid bisa dilihat saat pemain senior lainnya, Sugiantoro, Anang Ma’ruf, Uston Nawawi, dan Mat Halil, tak mau membubuhkan tanda tangan kontrak gara-gara manajemen belum sepakat dengan Mursyid di awal musim.
Di kalangan pemain muda, Mursyid juga disegani. “Dia orang yang rendah hati meskipun punya nama besar,” kata Nur Cholis dan Dedi Sutanto, dua pemain muda jebolan klub internal.
Anehnya, pelatih fisik Stefano “Teco” Cugurra ternyata malah selamat. Pasalnya, kemampuan Teco berbahasa Portugis dan Inggris masih berguna untuk menjembatani komunikasi antara pelatih dan pemain asing. “Teco belum resmi kami pecat. Kami masih menggunakan jasanya,” tutur Lilik Suhartoyo, manajer Persebaya.
Pemain Titipan
Konon, salah satu faktor jebloknya prestasi Persebaya karena ada sejumlah pemain titipan. Jika dibandingkan PSM, yang juga memakai pemain muda produk lokal, Persebaya kalah jauh. Bisa dibilang Nur Cholis mampu keluar dari bayang-bayang para seniornya.
Namun, kabar itu dibantah Mursyid. “Saya tidak tahu pasti, tapi saya yakin tidak ada. Sebetulnya pemain muda di Persebaya tak kalah bagus. Mungkin hanya soal mental yang membuat mereka tak cepat orbit,” papar Mursyid.
Soal rekrutmen pemain asing, manajemen juga tak selektif. Pemain macam Batang Ba Issom yang ditendang Persija malah dipungut. Meski mendatangkan banyak pemain asing untuk diseleksi, hanya Pablo Rojas yang mengkilap. “Ambil pemain bekas klub lain harganya bisa mahal. Kami hanya anggarkan Rp 1 miliar,” kata Lilik.
Efisiensi ini merugikan Persebaya. Semasa persiapan Persebaya sulit mendapatkan pemain asing berkualitas karena harga yang dipatok manajemen terlalu rendah. Padahal, kala itu banyak pemain bagus yang ingin bergabung ke Persebaya.
Yang jelas langkah evaluasi total ini tetap berisiko. “Salah melangkah kondisi tim akan semakin berantakan,” kata seorang pemain yang minta namanya disimpan.
(Penulis: Fahrizal Arnas)