Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
baru ini, Sir Alex Ferguson menyatakan bahwa dirinya tak perlu berpikir dua kali saat merelakan kepergian Ruud van Nistelrooy ke Real Madrid. Ucapan Sir Alex cukup bisa diterima. Tanpa Ruutje pun, Manchester United sukses merebut gelar Liga Inggris musim ini.
Kata Sir Alex, kehadiran bomber yang merumput selama lima musim bareng Manchester United dan menyumbang 95 gol dalam 150 penampilan itu dianggap mulai merusak keharmonisan tim serta berpotensi memanaskan suhu ruang ganti Old Trafford.
“Saya butuh pemain yang bisa mendinginkan ruang ganti. Van Nistelrooy jelas bukan salah satunya. Lain halnya dengan Roy Keane. Dia (Keane) benar-benar berpengaruh besar bagi tim, maka saya sangat kehilangan saat melepas kepergian Keane,” begitu ungkapnya.
Akan tetapi, terlepas dari kebenaran yang terkandung dalam langkah yang telah diambil Sir Alex pada musim panas lalu, Ruutje juga membuktikan poin tersendiri bagi eks bosnya itu. Bersama El Real, Van the Man menuai gol demi gol dan duduk mantap di singgasana el pichichi.
Yang lebih membanggakan lagi, menurut David Beckham, kemunculan Ruutje di dressing room Santiago Bernabeu, justru berbanding terbalik dengan apa yang dituduhkan Sir Alex. “Van Nistelrooy adalah pemain yang luar biasa, baik di dalam maupun di luar lapangan,” aku Becks.
“Kehadirannya justru telah mengubah situasi kamar ganti. Kami jadi lebih menyatu saat memasuki lapangan. Saat ini tak ada lagi pemain yang bagus secara individual. Hal seperti ini bersifat mendasar dan harus diteruskan agar kami bisa menjuarai liga,” imbuh Becks.
Mungkin sanjungan Becks pada mantan rekannya sesama Red Devils itu hanya merupakan penegasan dari faktor yang mendasari comeback Madrid pada paruh kedua musim ini. Inti ceritanya ada pada keberhasilan para pemain untuk menekan ego mereka di dalam ruang ganti.
Maklum, selama ini ruangan yang memiliki lantai dan dinding bercorak biru tersebut terbelah menjadi tiga bagian. Pemain berstatus bintang langsung belok ke kiri, pemain didikan akademi akan menikung ke kanan, dan pemain semenjana melenggang lurus ke depan.
Sudah Menyatu
Kelompok itu sempat mengerucut menjadi dua, yakin pemain Spanyol dan pemain Brasil. Saat ini Madrid kembali dihuni tiga kubu dengan tiga strata kualitas. Bedanya, mereka tak lagi secara otomatis mengambil arah sesuai patron pendahulu mereka, tapi sudah menyatu.
Perbedaan ini diyakini publik ibu kota bakal membawa Madrid berpesta di Plaza Cibeles pada akhir musim nanti. Dengan sisa lima jornada, berselisih dua poin dari Barcelona, rival abadi mereka, akhirnya Madrid punya kans merebut mahkota liga.
Jika mengikuti tren sejak pergantian tahun, grafik Madrid termasuk paling menjanjikan. Los Merengues sukses menang sembilan kali, seri empat kali, dan kalah empat kali. Rekor mereka hanya kalah dari Valencia, yang menang 10, seri dua, dan kalah lima.
Namun, jika mengukur tujuh partai ke belakang, Madrid yang paling mengkilap berkat enam kemenangan dan hanya satu kali terjegal. Barca sendiri memetik rekor menang-seri-kalah 5-0-2, Sevilla 3-2-3, dan Valencia 4-0-3.
Sederet kualitas pemain mereka tak perlu diragukan lagi. “Sebagian pernah menjadi juara. Artinya kami memiliki pengalaman untuk mengulang kesuksesan. Dengan mulai menyatunya para pemain, tak ada salahnya kami berpikir positif,” ujar Raul Gonzalez, kapten Real. Setuju, pak kapten!
(Penulis: Sapto Haryo Rajasa)