Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
off pada 27 Agustus lalu. Namun, sampai detik inipula, belum ada secercah cahaya yang bisa meyakinkan para petaruh untuk memasang uang mereka pada satu pemenang.
Pada momen di mana Serie A Italia sudah memastikan Internazionale Milan sebagai peraih Lo Scudetto, juga di saat Liga Premier Inggris sudah mempersempit lomba menjadi two horse race antara Manchester United dan Chelsea, kontes La Liga justru kian memperbanyak calon campeon.
Lanjutan Primera weekend baru lalu setidaknya memunculkan empat hingga enam klub kandidat juara. Terutama setelah klub-klub di zona Eropa mengukir hasil yang berbeda-beda. Dimulai dari tangga keempat yang saat ini dihuni Real Zaragoza.
Los Manos menjungkalkan Celta Vigo dengan skor 2-0 lewat sepasang gol Ewerthon. Berkat hasil ini, pasukan Victor Fernandez berhasil mendepak Valencia dari zona Liga Champion. Sehari sebelumnya, Los Ches dipukul 1-2 oleh Real Madrid di Bernabeu.
Secara otomatis tambahan tiga poin itu membuat El Real menetap di tangga ketiga. Dilihat sepintas, memang tidak apa perubahan signifikan. Dua posisi teratas juga masih dihuni Barcelona dan Sevilla. Namun, yang membedakan adalah selisih nilai mereka bertiga.
Ya, trio tiga besar kini hanya terpaut masing-masing sebiji poin. Sevilla sukses memperpendek jarang yang semula empat angka setelah menang besar 4-1 kontra Athletic Bilbao. Meski turun dengan materi noninti yang disiapkan untuk Piala UEFA, armada Juande Ramos tetap menggila.
Dua bomber cadangan mereka, Andrij Kerzhakov dan Javier Chevanton, sama-sama memberi satu gol. Dua lagi disumbangkan Puerta dan Luis Fabiano. Gol pelipur lara tim tamu dicetak Francisco Yeste. Untung bagi Bilbao karena kekalahan ini tak menyeret mereka ke jurang degradasi.
Tak jauh berbeda dengan Barca. Kekalahan 0-2 versus Villarreal di El Madrigal juga tak berpengaruh pada posisi puncak mereka. Hanya, dengan masuknya dua gol Robert Pires dan Marcos, yang cenderung mudah, pesaing jadi mulai membaca kelemahan Barca.
Partai semalam memperlihatkan dengan jelas bahwa Barca tak lagi superior seperti dua musim ke belakang. Jika gagal menjebol lawan, tak ada lagi daya magis Ronaldinho atau terjangan second line sebagai penyelamat. Yang tersisa tinggal luapan emosi menyertai frustrasi.
Pertimbangan Frank Rijkaard dalam meracik strategi juga pantas dipertanyakan. Bukannya memasukkan pemain bertipe gelandang bertahan untuk mengerem laju para pemain Villarreal, yang mulai memegang alur serangan setelah gol pembuka Pires, ia malah mengganti bek dengan penyerang baru.
Alhasil, dengan aliran yang cuma terfokus ke depan itu, Barca harus merelakan gawang mereka dijebol Marcos.
(Penulis: Sapto Haryo Rajasa)