Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Lutz Pfannenstiel, Kiper yang Bangkit dari Kubur

By Suryo Wahono - Kamis, 8 Januari 2015 | 21:28 WIB
Lutz Pfannenstiel, membukukan kisah pahit-manis hidupnya. (Getty Images)

Perkenalkan: Lutz Pfannenstiel, kiper yang 'bangkit dari kubur'. Dia pernah dipenjara, 'mati' di lapangan, dan tinggal di rumah igloo selama seminggu.

Pfannenstiel adalah mantan kiper asal Jerman yang pernah main di 25 klub, di enam konfederasi FIFA. Ia adalah pemain berbakat dan sempat masuk Timnas Jerman U-17. Walau ada klub sebesar Bayern Muenchen yang memberinya tawaran kontrak, Pfannenstiel lebih memilih mengejar impian bermain di luar negeri, termasuk ke Inggris.

Pada 1993, ia meninggalkan Jerman untuk bermain di Malaysia bersama Penang FA, sebelum akhirnya pindah ke Inggris dan menikmati bertanding di Premier League bersama Wimbledon dan Nottingham Forest.

"Itu tidak seperti kaleidoskop - tidak ada warna, semua hitam dan putih," jelas Lutz Pfannenstiel kepada CNN, mengingat kejadian 12 tahun ketika merasa telah mendekati ajal. Mantan kiper yang pernah bermain di Singapura itu pernah mengalami cedera parah, yang menyebabkan staf fisio di Bradford Park Avenue berpikir bahwa dia sudah tewas.

Bahkan hingga kini, memori soal hari naas di Bradford, Yorkshire, Inggris, itu masih hidup dalam ingatannya.


"Ada berlian hitam dan putih dan sangat tenang," kata Pfannenstiel.

"Di latar belakang ada beberapa sosok tapi saya tak bisa melihat siapa mereka. Saya tidak kedinginan, tapi merasa dalam kehangatan. Saya merasa melayang dan itu bukan perasaan menakutkan sama sekali."

Setelah siuman dan mendapati dirinya di rumah sakit, Pfannenstiel berteriak pada perawat, yakin bahwa ia telah lumpuh.

Di Afrika Selatan, Pfannenstiel pernah menjadi pahlawan klub dari Johannesburg, Orlando Pirates.

Dia bahkan pernah menjadi pelatih di Kuba, Namibia, dan Antartika sebelum pulang ke Jerman, bergabung dengan Hoffenheim sebagai pencari bakat dan menangani hubungan klub dengan dunia internasional.

Tapi, saat Singapura dia mengalami episode paling traumatis setelah dituduh berkomplot dengan bandar taruhan. Saat pemain Jerman itu sedang menikmati hidup, menjadi model Armani dan menyajikan tontonan sepak bola, dia dinyatakan bersalah dalam sebuah kasus pengaturan skor pertandingan dan dijatuhi hukuman 101 hari mendekam di penjara.

Dalam episode terburuk dalam hidup itu dia dikelilingi oleh pembunuh, pengedar narkoba, dan pemerkosa di dalam penjara.

"Penjaranya tidak ada kasur, tidak ada toilet, tidak ada kertas toilet, tidak ada sikat gigi. Saya tidur di lantai," katanya.
"Untuk menu sarapan, mereka tidak mengucap selamat pagi, tapi memukul wajah Anda. Saya harus bertahan hidup di dalam sirkus itu. Walau untuk 101 hari, rasanya seperti 25 tahun."

Karena itulah, tak mengherankan bila saat punya kesempatan menerbitkan buku tentang kisah hidupnya. Pfannenstiel memilih judul "The Unstoppable Keeper".


Kini, ia ingin menjauhkan diri dari kehidupan serba dangkal dan materialistis. Pfannenstiel punya ide: Global United. sebuah badan amal yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat soal perubahan iklim.

Dalam proyek tersebut Pfannenstiel meminta bantuan beberapa pemain terkenal seperti Zico, Lothar Matthaeus, dan Jari Litmanen. Selain itu, ia juga menjalankan acara amal di Afrika, khususnya Namibia, untuk mengatasi masalah-masalah seperti HIV / AIDS, kelaparan, dan pendidikan.