Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Sudah jatuh, tertimpa tangga. Peribahasa itu mungkin pas untuk menggambarkan situasi terkini PSS Sleman.
Setelah dijatuhi sanksi oleh Komdis PSSI akibat memperagakan sepak bola gajah, PSS juga dihantam krisis finansial. Tim berjulukan Elang Jawa itu mulai mengalami kesulitan setelah kehilangan pemasukkan pada dua laga kandang.
Seharusnya PSS bisa memainkan dua partai kandang itu di Stadion Maguwoharjo, Sleman, namun terpaksa menjalani laga kandang di luar Maguwoharjo. PSS disanksi akibat ulah oknum pendukung yang melakukan tindak kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya suporter PSCS.
Komdis PSSI menghukum PSS dengan laga usiran kala menjamu Persiwa. Setelah itu Polres Sleman juga tak memberikan izin untuk laga kandang melawan PSIS sehingga pertandingan itu dimainkan di dalam Kompleks AAU, Yogyakarta.
“Tanpa ada pemasukan dari dua pertandingan kandang membuat kami merugi. Paling tidak dalam satu pertandingan kami bisa mendapat pemasukan sampai Rp400 jutar," ungkap Supardjiono, Direktur PT Putra Sleman Sembada yang menaungi PSS.
Padahal, kebutuhan klub sangat besar. Menurut Supardjiono, untuk gaji pemain selama satu bulan dibutuhkan dana Rp400 juta. Belum kebutuhan klub lain. Sementara, kontrak pemain rata-rata berakhir pada Desember.
"Untuk durasi kontrak pemain memang berbeda. Ada yang sampai Desember, tapi ada pula yang selesai begitu kompetisi berakhir. Begitu langkah PSS terhenti, ya secara otomatis kontraknya berakhir. Untuk gaji bulan Oktober, sebagian sudah diselesaikan. Yang lain akan diselesaikan pekan depan," jelasnya.