Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Saat ini Premier League bukan hanya menjadi kepunyaan orang Inggris saja. Liga yang mulai bergulir sejak 1992 itu sudah menjadi merek global dan dinikmati di 175 negara.
Jika dirinci lebih dalam lagi, siaran EPL menjadi konsumsi 650 juta rumah di seluruh dunia. Berangkat dari fakta tersebut, ide untuk mementaskan laga-laga Premier League di luar wilayah teritorial Inggris pun kembali diapungkan ke permukaan.
“Klub-klub menghendaki ekspansi dan mereka semua masih punya keinginan yang sama saat ini,” ujar Chief Executive Premier League, Richard Scudamore kepada BBC Agustus silam.
Cara Premier League mewujudkan keinginan mereka melebarkan sayap ke lain benua adalah dengan memunculkan jadwal ekstra yang diistilahkan dengan “laga ke-39”. Normalnya, sebuah tim melahap 38 pertandingan dalam satu musim kompetisi.
Jika ekspansi jadi diterapkan, setiap kontestan EPL wajib melangsungkan satu laga di luar Inggris. Jelas tujuan utama ide ini adalah untuk meraih pendapatan ekstra, terutama dari hak siar televisi. Hanya, sebagian fan menganggap bahwa ekspansi hanya akan merusak integritas kompetisi.
Baru-baru ini resistensi disuarakan oleh suporter Chelsea dan Arsenal. Dua kelompok fan itu tergabung dalam sebuah pergerakan yang dinamakan Black Scarf Movement (BSM).
“Integritas kompetisi bakal hancur andai Premier League meresmikan ide melangsungkan pertandingan di luar negeri. Keputusan itu hanya didasarkan kepada kepentingan komersil,” demikian bunyi pernyataan sikap yang disuarakan oleh Black Scarf Movement.