Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Setiap Piala Dunia melahirkan bintangnya. Mulai dari Edson Arantes do Nascimento alias Pele yang fenomenal sampai dengan Paolo Rossi.
Di tahun 1958 muncul Pele, si mutiara hitam dari Brasil yang empat tahun kemudian, bahkan sampai 1970, tetap bersinar bersama sukses timnya tiga kali menjadi juara.
Tahun 1966 stadion Everton dan Wembley dikejutkan oleh gigitan tajam si kumbang dari Mozambique yang mengilhami Portugal, Eusebio. Tahun 1974 kita mengenal lebih dekat kepiawaian Johan Cryuff dan kewibawaan yang hebat dari Franz Beckenbauer.
Empat tahun kemudian lahirlah tiba-tiba seorang Mario Kempes. Pahlawan Argentina yang tidak saja mencetak rekor 6 gol, tapi juga menentukan direbutnya gelar melalui kemenangan dramatis dalam final melawan Belanda.
Paolo Rossi menempuh jalur sukses yang mirip dengan Kempes ketika kejuaraan sepakbola paling akbar ini disetenggarakan di Spanyol empat tahun lalu. Tiga gol disarangkannya ke gawang Brasil, dan di final melawan Jerman Barat ia membuka skor untuk merintis kemenangan 3-1.
Kini di Meksiko lebih banyak bintang-bintang bertebar di antara 528 pemain dari 24 negara. Rossi masih muncul, tapi cedera membayangnya. Maradona juga datang lagi bersama tim Argentinanya, tapi cedera lamanya masih mungkin kambuh, dukungan rekan-rekannya pun nampaknya tak setangguh empat tahun lalu.
Rummenigge juga sudah tiba bersama Jerman Barat yang sekarang dipimpin Beckenbauer, tapi belum pasti ia termasuk starter. Dalam tim debutan Denmark, ada pula Preben Elkjaer - si fuori classe, istilah Italia untuk world class - tapi bukan tak mungkin pesona Piala Dunia membuatnya lebih gerah dibanding oleh teriknya matahari Meksiko.
Socrates dan Falcao juga masih dipercaya untuk memimpin Brasil dari lapangan tengah, tapi usia di atas 30 boleh jadi akan membuat mereka jadi bintang yang memudar. Dan Zico? Aha, sampai tulisan ini dibuat Rabu malam, dialah pemain paling malang. Kepahlawanannya membuat hattrick dalamu uji coba melawan Yugoslavia, hancur dalam tiga hari. Lututnya terkoyak lagi dalam pertandingan pemanasan lainnya melawan Chili.
Boleh jadi ia tidak akan diturunkan manajer Tele Santana untuk tiga pertandingan pertama. Dan kalaupun Brasil lolos ke babak kedua, masih dikhawatirkan Zico tak akan mampu tampil dalam kapasitasnya yang paling prima. Jadi, apakah gelar bintang di antara bintang-bintang akan direbut oleh Platini?
bersambung
(Penulis: Sumohadi Marsis, Mingguan BOLA Edisi No. 117, 23 Mei 1986)