Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Ricky Achmad Soebagdja Duplikat Iie Sumirat

By Caesar Sardi - Selasa, 18 Februari 2014 | 18:00 WIB
Ricky bersama ibu (duduk di tengah) dan kakak-kakaknya Roedy Taufiq, Rita Sufriapriati (duduk kiri), dan Loesy Loesyana (duduk kanan). (Dok. Mingguan BOLA)

begitulah judul berita yang terpampang di harian The South China Morning Post, 24 Februari lalu, ketika regu pelajar Indonesia di bawah manajer tim Toto Hanafiah melindas regu RRC 4-1 di final Kejuaraan Pelajar Asia 1986 yang berlangsung di Gedung Queen Elizabeth, Hongkong.

Koran terbesar di Hongkong itu tak tanggung-tanggung pula mempergunakan lead (awalan) berita yang bernada provokatif: Indonesia whipped China 4-1. Mungkin untuk mengingatkan persaingan antara RRC dan Indonesia menjelang Piala Thomas April-Mei ini.

Di arena itulah Ricky Achmad Soebagja, 15, bersama rekan-rekan seusianya Yanto Febrianto, Haryanto Arbi (adik Hastomo), Susi Susanti, Lilik Sudarwati, Swa Cahyawati, dan Deddy Setyawan mengawali debutnya di arena internasional.

Debutnya memang, karena inilah arena internasional pertama yang diikuti Kiki - demikian panggilan akrab Ricky - setelah menjalani masa penggemblengan 5 tahun di PB Kotab Bandung ditambah 2 tahun di Pusdiklat Ardath kota yang sama.

"Selama di Hongkong, Kiki bersama Yanto Febrianto mendapat perhatian khusus dari publik di sana karena gaya permainan yang mereka perlihatkan," ujar Toto Hanafiah.

Menurut Ketua PBSI Jabar itu, Kiki mengingatkan mereka pada Iie Sumirat, baik kedutan-kedutannya maupun variasi sabetannya yang kaya. Sedangkan Yanto persis duplikatnya Rudy Hartono. "Ditambah pula lawan Yanto di tunggal pertama RRC, Kwok Yee Biu, juga persis Han Jian segalanya. Jadilah kejuaraan pelajar di Hongkong itu sebagai lambang persaingan tajam Indonesia-RRC di arena bulutangkis dunia sekarang," ucap Toto.

Kiper Persib

Kiki yang dilahirkan di Bandung 27 Januari 1971 ini memang pantas kalau disebut duplikatnya "Si Pendobrak Benteng Cina" Iie Sumirat. Betapa tidak, sejak masuk PB Kotab pada usia 8 tahun, ia sudah ditangani pelatih Nara Sudjana, kakak kandung lie. Kemudian, ketika Kiki dipilih PBSI Jabar untuk masuk Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Ardath Bandung, ia juga ditangani Iie sendiri di samping pelatih lainnya.

"Dengan pelatih lain, Kiki hanya berlatih fisik. Sedangkan untuk latihan pukulan, Kiki langsung main di lapangan dengan Kang Iie," ujar siswa kelas II SMP Negeri 2 Bandung ini di rumahnya, Jalan Kopo 24/198A.

Selama 2 tahun di Pusdiklat Ardath, anak bungsu dari 6 bersaudara keluarga Djoedjoe Soekadar dan ibu Tati Rochati ini mengaku hampir tak punya waktu untuk bersantai-santai. Bersama 16 rekan lainnya yang digembleng di sana, ia berlatih 5 hari dalam seminggu.

"Senin, Selasa, Jumat, harus latihan teknik. Rabu dan Minggu latihan fisik," ucap Kiki. "Sama dengan almarhum ayahnya dulu ketika masih menjadi kiper di Persib," sambung Ny. Tati, ibunya.

Ayah Kiki yang karyawan Perhutani Bandung itu sudah meninggal tiga tahun lalu. Almarhum adalah kiper andalan Persib semasa kesebelasan Bandung itu sedang jaya-jayanya tahun 1950-an. Itu barangkali yang melecut remaja yatim ini untuk terus mengukir prestasi, meski tidak di sepakbola.

Sejak Kelurahan

Tentu tidak enteng perjuangan yang harus ditempuh Kiki untuk tampil seperti sekarang. Dimulai dengan memasuki klub Kotab Bandung pada 1979, ia mengawali langkahnya dengan mengikuti kejuaraan-kejuaraan sejak tingkat kelurahan, kecamatan, tingkat kotamadya.

Pada tahun 1983, barulah Kiki bisa mengikuti POR SD tingkat Jabar dengan menyabet gelar juara III perorangan. Tahun itu juga secara berturut-turut ia meraih gelar juara I tunggal putra dalam perebutan Piala Gubernur Aang Kunaefi, kemudian juara I tunggal putra, juara I ganda putra, dan juara I beregu putra di Porseni tingkat nasional.

Kiki juga berhasil menyabet gelar juara I tunggal putra dan ganda putranya sekaligus dalam Porseni SD se-Jabar di Sukabumi pada tahun 1984.

Dari catatan prestasinya itulah akhirnya tahun itu juga Kiki dipanggil untuk mengikuti seleksi masuk Pusdiklat Ardath yang ternyata berhasil.

Sejak masuk Pusdiklat, tiga kali Turnamen Ardath Trophy diikutinya, yakni di Bandung, Tasikmalaya, dan Jember. Dalam Kejurnas Yunior PBSI 1985 di Surabaya, Kiki meraih gelar juara III ganda putra. Sedangkan dalam perebutan Piala Lotto tahun yang sama di Bandung, ia menduduki tempat sebagai juara I tunggal putra.

Olimpiade

"Kejuaraan terakhir yang Kiki ikuti adalah Kejuaraan Pelajar Asia di Hongkong itu," ucap remaja yang masih polos itu. Di Hongkong, Kiki dipasang di ganda bersama Deddy Setyawan, karena menurut Toto, dialah satu-satunya pemain yang mampu main di ganda dan tunggal dengan sama baiknya.

"Kalau Anda melihat penampilan Kiki di Hongkong, wah, pasti tercengang. Publik di sana saja tercengang karena pukulan-pukulannya yang tak beda dengan pemain yang sudah matang," komentar Toto kepada BOLA hari Minggu lalu.

Karenanya, Toto berniat untuk mengusulkan kepada PB PBSI agar Kiki dan Deddy Setyawan ditarik ke Pelatnas Pratama di Jakarta seperti rekan-rekannya yang sudah ada di sana.

"Saya bisa memastikan, 6 tahun mendatang, bibit-bibit semacam ini akan mengangkat nama Indonesia di Olimpiade 1992, di mana bulutangkis untuk pertama kalinya dipertandingkan di arena akbar itu," tambah Toto yakin.

(Penulis: Hikmat Kusumaningrat, Mingguan BOLA Edisi No. 109, 29 Maret 1986)