Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
anak tiba-tiba saja bisa tersulut emosi ketika menghadapi kekerasan. Apa yang dia katakan saat tersulut emosi ketika bus arema dilempari batu usai bertanding melawan Persita Tangerang Kamis (13/2) lalu? “Eee kalau kau laki-laki satu lawan satu ya!”
Begitulah el Loco, dia tak suka kekerasan. Loco memang sempat terpancing emosi ketika bus pemain Arema diserang oleh oknum suporter saat hendak meninggalkan Karawang, Kamis (13/2) petang. Ia dan beberapa pemain turun dari bus dan mengejar pelaku sampai masuk ke gang-gang.
Loco tak bisa disalahkan sebab dia manusia biasa yang bisa terpancing emosi kapan saja. Namun, penting juga bagi pemain memahami bagaimana menghadapi situasi semacam itu. Psikolog dari Universitas Katholik Soegijapranata, Ferdinand Hindiarto berpendapat, mengapa pemain bisa sampai tidak terkontrol.
“Situasi di TKP yang membuat pemain bisa tidak terkontrol, mungkin saja tidak ada kawalan polisi yang ketat. Kondisi pemain lelah usai pertandingan, individu yang lelah akan mengalami penurunan kontrol emosi. Sebagai manusia normal ketika ingin bertahan dengan cara membalas perilaku agresif yang membahayakan fisiknya. Persoalannya, Gonzales adalah publik figur dan dia diidolai oleh anak-anak,” katanya.
Seperti yang diutarakan oleh salah satu petugas panpel Persita, pelaku tindak kekerasan mayoritas adalah ABG-ABG labil. Bisa jadi karena iseng dan ingin dianggap jagoan. Ada batu nganggur, mereka langsung main lempar. “Mereka itu yang sulit dikontrol,” katanya.
El Loco, pemain, ofisial, panpel, pihak keamanan, dan oknum yang berbuat onar harus mengambil hikmah dari kejadian ini. Di manapun, keselamatan pemain sepak bola akan terancam jika hal semacam ini terus dibiarkan. “Bagi pemain ini juga menjadi pelajaran untuk tidak terpancing emosi secara berlebihan apalagi pelakunya ternyata masih ABG,” pungkas Ferdinand.