Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Anak Romusha Bintang Piala Coca Cola

By Caesar Sardi - Senin, 10 Februari 2014 | 15:00 WIB
Sukabar. (Dok. Mingguan BOLA)

Namanya Sukabar. Lahir di Paya Pinang, Tebing Tinggi, 5 Juli 1973. Anak pendiam ini telah membungkam ambisi Cina untuk mempertahankan mahkota Asia yang disandangnya. Ia juga telah mengangkat citra sepakbola Indonesia, khususnya bagi persepakbolaan 16 tahun ke bawah.

Anak bontot dari enam bersaudara keluarga almarhum Kasturi itu, menjadi pahlawan dalam adu-penalti di semifinal Indonesia A melawan Cina. Dua sergapan ke kiri yang dilakukannya, menamatkan segala harapan anak-anak bumi Tiongkok itu.

Tapi Sukabar tak merasa jadi pahlawan. "Saya bukan pahlawan, Bang," katanya perlahan sekali. "Sebelum adu-penalti itu pak Maryoto dan pak Muhardi menginstruksikan saya agar terbang ke satu arah saja. Saya pilih ke kiri," tutur pelajar kelas satu, SMA Negeri Ragunan ini.

Pilihan Sukabar ternyata tepat. Dua penendang Cina yakni Guo Feng dan Wu Chong Wen tak bisa berbuat banyak ketika tendangannya dapat disergap Sukabar. Jadilah Indonesia melangkah ke final.

ABRI

Karirnya dalam dunia sepakbola diawali di klub Mars Kota Gajah, Lampung. Waktu itu tahun 1985, ia selalu mengikuti Asnan, kakak nomor tiga. Setahun kemudian, ia diberi hadiah sepatu dan sepasang kaos kaki oleh sang kakak.

"Saya pun ditarik ke Mars Kota Gajah. Itulah awal saya memakai sepatu bola. Saya senang dan saya bermimpi terus menginjak Stadion Utama Senayan," kenangnya.

Sukabar yang kini tinggal di Lampung itu, bercita-cita ingin menjadi ABRI. "Saya harus membela negara ini," katanya. "Semua ini saya pilih karena saya selalu terkenang cerita ibu tentang bapak. Bapak saya aslinya orang Malang. Pada zaman Jepang, bapak dibawa ke Sumatera untuk menjadi romusha. Saya ingin peristiwa itu tidak terulang lagi."

Namun sepakbola tetap tak akan ia lupakan. "Sebelum semua terlaksana, saya ingin main bola dulu. Kalau bisa di Galatama," katanya. "Saya ingin sekali masuk Pusri Palembang. Saya ingin melanjutkan sekolah saya sambil main bola. Saya ingin masuk Akabri. Saya rasa Pusri mampu menunjang impian saya itu," sambung pengagum Ponirin Meka, Eddy Harto, dan Jean Marie Paff
kiper Belgia ini.

Sukabar bergabung dengan tim asuhan Maryoto ini bulan Februari 1988. Ia ikut ke Brasil selama sebulan penuh dan ikut pula ke Bangkok, namun ia tak mampu berbuat banyak. Tim Indonesia yang berpartisipssi di kejuaraan sepakbola 16 tahun ketika itu, gagal total.

"Saya tak boleh putus asa," tukas anak pendiam ini.

(Penulis: Mahfudin Nigara, Mingguan BOLA Edisi No. 253, 30 Desember 1988)