Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Pada musim depan Premier League Inggris tak akan melihat lagi Sir Alex Ferguson di touchline stadion. Opa Fergie sudah pergi. Banyak yang menangis, banyak pula yang bahagia, terutama bagi para rival. Bahkan, kepergian Sir Alex diartikan oleh para pesaing sebagai terbukanya sebuah era baru sepak bola Inggris.
Mendadak semua klub yang selama ini merupakan pesaing ketat Manchester United menjadi “sastrawan”. Ada yang menyebut United bakal memasuki masa “The Dark Ages” alias masa kegelapan setelah kepergian Opa Fergie.
Ada pula yang mempopulerkan pepatah tentang “setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya”. Pepatah ini sengaja diapungkan dengan tujuan mengingatkan kubu Setan Merah saat meruntuhkan dominasi Liverpool yang telah berlangsung selama dua dasawarsa.
Semua euforia dari para klub pesaing bisa dimaklumi. Ketika Sir Alex menjalankan mesin United, peluang para rival untuk menjadi juara kompetisi paling bergengsi di Tanah Inggris yaitu Premier League seperti terasa sempit dan buntu.
Kalaupun ada klub yang mampu menyembul sebagai juara Premier League pada dua dasawarsa dominasi Sir Alex sepanjang era 1990-an sampai 2000-an, tak lebih dari sebuah kejutan. Pasalnya, pada musim berikut Sir Alex dan pasukan United akan kembali datang merebut mahkota yang tercuri.
Padahal, untuk mendobrak dominasi Setan Merah mereka harus mengerahkan usaha yang sangat besar, biasanya menggunakan sisi finansial yang cenderung gila-gilaan. Modal itu digunakan untuk memborong pemain bintang serta pelatih top, seperti yang pernah dilakukan Chelsea dan Manchester City. (bersambung)
(Penulis: Dedi Rinaldi, Majalah BOLAVAGANZA Edisi Juni 2013)