Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Dalam sebuah kesempatan perjalanan jurnalistik, wartawan Mingguan BOLA Sumohadi Marsis, menjadi saksi mata kemenangan Liverpool atas Everton di final Piala FA '89, langsung dari Stadion Wembley London. Berikut laporannya.
Kenny Dalglish ternyata membuat keputusan yang jitu. Kehadiran Ian Rush terbukti menimbulkan api baru setelah selama sekitar 70 menit John Aldridge, John Barnes, Peter Beardsley, Steve McMahon, Ray Houghton, dan lain-lain tak lagi mampu menembus gawang Neville Soulhall.
Rush, akhirnya, justru menjadi pahlawan Liverpool dengan dua golnya yang menentukan diboyongnya Piala FA untuk keempat kalinya ke Anfield Road, kandang klub empat kali juara Eropa itu.
Liverpool memang pantas merebut kembali piala itu, yang tahun lalu diserobot klub teri Wimbledon, tapi Everton pun telah menunjukkan dirinya sebagai finalis yang kalah secara terhormat.
Huruf-huruf pijar di bawah atap stadion melukiskannya dengan tepat: "Congratulations Liverpool", dan "Everton, Well Played".
Terbaik
Dalglish sendiri, di depan puluhan wartawan dalam konferensi pers seusai pertandingan itu, menilai sukses Liverpool kali ini sebagai yang terbaik dalam karirnya sebagai manajer maupun pemain di klub itu.
Sebagai pemain ia tiga kali ikut mengangkat Liverpool sebagai Juara Eropa, dan sebagai manajer sejak empat tahun lalu ia telah memimpinnya untuk mencapai gelar ganda pada 1986: sebagai juara kompetisi dan sekaligus Piala FA. Agaknya, gelar ganda itu pun akan diraihnya lagi kali ini.
"Sungguh, sukses di Wembley kali ini paling berarti dalam hidup saya. Anda tahu kenapa," katanya mengingatkan wartawan pada Tragedi Hillsborough itu.
Tentang keberaniannya mengganti Aldridge dengan Rush, ia mengatakannya dengan singkat. "Itu hanya keputusan biasa, karena kami ingin menang. Dan itulah kunci sukses Liverpool selama ini. Kami memiliki pemain-pemain dengan kualitas yang sama-sama tinggi.
Komentar Rush?
"Yah, akhirnya saya dapat menyumbangkan sesuatu buat Liverpool setelah begitu lama dalam posisi yang sangat tidak nyaman," katanya (bersambung)
(Penulis: Sumohadi Marsis, Mingguan BOLA Edisi No. 274, Minggu Keempat Mei 1989)