Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Dalam sebuah kesempatan perjalanan jurnalistik, wartawan Mingguan BOLA Sumohadi Marsis, menjadi saksi mata kemenangan Liverpool atas Everton di final Piala FA '89, langsung dari Stadion Wembley London. Berikut laporannya.
John Aldridge, andalan baru Liverpool sejak Ian Rush dijual ke Juventus, membuka skor ketika pertandingan baru berusia empat menit. Lalu Rush, dengan umpan-umpan John Barnes yang cemerlang, membuat dua gol Everton melalui Stuart McCall sia-sia, dan sekaligus menentukan kemenangan Red Army.
Pertandingan yang sungguh memukau. Dibuka dengan gol dini, dibalas menjelang usai, diperpanjang tigapuluh menit, muncul lagi gol-gol silih berganti, dan pertandingan berakhir dengan hasil yang tidak meleset dari perkiraan sebelumnya, tapi juga dengan sejumlah pertanyaan yang cukup menarik untuk dicari jawabannya.
Pertanyaan yang paling sederhana, kenapa penonton sampai bisa menyerbu ke dalam lapangan? Bahkan, salah seorang suporter Everton sempat mendatangi wasit Worrall untuk menyatakan protesnya?
Itulah salah satu buntut Tragedi Hillsborough. Di sana hampir seratus orang tewas karena tergencet pagar kawat tebal pembatas penonton dan lapangan. Maka pagar itu lantas jadi trauma, sebaiknya dipakai lagi, takut menimbulkan korban-korban baru.
Ternyata, Wembley menjadi kalang-kabut oleh pemotongan pagar itu. Hingga kemudian FA (Persatuan Sepakbola) Inggris memutuskan untuk memasang kembali pagar itu dengan segala risikonya.
Pertanyaan kedua, kenapa Liverpool setelah begitu mudah membuka skor, nampak begitu kewalahan untuk mempertahankan keunggulannya, meski lapangan tengah tetap bisa mereka kuasai?
Gol dini sering memang justru membikin sebuah tim terkena demam. Ingat gol Belanda ke gawang Jerman Barat dalam final Piala Dunia 74, yang terjadi ketika pertandingan baru berlangsung dua menit?
Bagusnya, Liverpool tidak pernah gentar menghadapi serbuan-serbuan Everton yang justru memperoleh angin baru untuk bermain habis-habisan.
Bagusnya lagi, Liverpool memiliki manajer-pelatih yang jeli dan cekatan pada diri Dalglish. Fantastis! Ia begitu berani menarik keluar Aldridge, perintis keunggulan sore itu, dan menggantinya dengan Rush yang lebih banyak duduk di bangku cadangan sejak kembali dari Juventus. (bersambung)
(Penulis: Sumohadi Marsis, Mingguan BOLA Edisi No. 274, Minggu Keempat Mei 1989)