Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Ketika AC Milan Berpesta di Barcelona (1)

By Caesar Sardi - Rabu, 8 Januari 2014 | 16:30 WIB
Kembang api raksasa dan berbagai gaya suporter AC Milan menikmati sepakbola sambil mendukung klub kesayangannya pada pertandingan melawan Steaua Bukarest di Barcelona. (Dok. Mingguan BOLA)

in ke hotel 22 Mei, lalu berlatih esok malamnya di stadion Nou Camp mulai 20.15. Seperti gladiresik saja.

Bagaimana AC Milan?

Mereka baru tiba 23 Mei, dan hanya berlatih sekadarnya esok siangnya, beberapa jam saja sebelum partai puncak sepakbola Eropa itu digelar malamnya untuk memperebutkan Piala Champion.

Tapi, itulah dua malam yang sangat meriah, menggembirakan, dan menggelimangkan uang di kubu AC Milan.

Rombongan klub juara Italia yang kaya raya ini tiba di Barcelona dengan pesawat jumbo jet khusus yang seluruh 400 tempat duduknya terisi penuh.

Dan di sana tak hanya mahacukong Silvio Berlusconi, ketua klub itu, serta manajer-pelatih Arrigo Sacchi yang mendampingi para pemain. Tapi juga dua koki yang paling piawai masak spagheti, pizza, maupun makanan-makanan Belanda kesukaan Ruud Gullit, Marco van Basten, dan Frank Rijkaard.

Di luar rombongan itu, sebelum maupun sesudah hari itu, bukan main banyaknya suporter mereka, yang dengan mudah bisa ditandai dari atribut merah-hitamnya.

Total, seperti yang dijadikan kepala berita halaman satu koran olahraga terbitan Milan, La Gazetta dello Sport, 85.000 pendukung Gullit cs masuk Barcelona dengan berbagai cara: 640 bis, 25 pesawat carter, 6 kereta api khusus, 6 kapal laut, dan ribuan mobil prlbadi. "Imigran terbesar dalam sejarah sepakbola dunia," tulis koran itu.

Dan yang harus disebut, Gullit cs datang ke Barcelona dengan di kepalanya terus menerus terngiang janji bonus dari Berlusconi yang besarnya tak tanggung-tanggung: 115.000 dolar (sekitar Rp 195 juta) bagi tiap pemain jika berhasil mengalahhan Steaua.

"Ole, ole, ole...!!!"

Stadion Nou Camp betul-betul seperti akan roboh oleh gemuruh sorak sorai 85.000 suporter AC Milan itu, menenggelamkan suporter Bukarest yang memang hanya ada beberapa biji.

Apalagi begitu wasit Karl-heinz Tritschler meniup peluit tanda dimulainya pertandingan. Bunyi gedebam tambur, yang getarannya mencapai semua sudut stadion, dan kembang-kembang api raksasa, yang asapnya menyelimuti lapangan, bersatu dengan sorak-sorak membahana menyerukan "Milan! Milan! Milan...!!!"

Suasana di Nou Camp malam itu jadi hampir tak ada bedanya dengan suasana bulan sebelumnya di kandang sendiri, stadion San Siro, ketika AC Milan menghajar Real Madrid 5-0 di semi-final.

Apakah hasil pertandingan ini nanti juga begitu - seperti spanduk yang dipasang seorang suporter Milan di Ramblas, daerah paling riuh di tengah kota Barcelona?

(Penulis: Sumohadi Marsis, Mingguan BOLA Edisi No. 275, Minggu Pertama Juni 1989)