Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

PSSI Untung, 106.000 Lembar Karcis Untuk Final

By Caesar Sardi - Selasa, 3 Desember 2013 | 09:00 WIB
Persib Bandung. Berdiri dari kiri: Iwan Sunarya, Suhendar, Kosasih, Suryamin, Sobur, Robby Darwis. Jongkok: Wawan Karnawan, Adeng Hudaya, B. Sukowiyono, Dede Iskandar, Ajat Sudrajat. (Dok. Tabloid BOLA)

Siapapun kelak yang akan menjadi juara, bagi panitia penyelenggara putaran semifinal dan final Kompetisi Divisi Utama PSSI tidak menjadi persoalan. Bahkan seandainya dalam pertandingan final sekalipun tidak dipungut bayaran, panitia sudak mengeruk cukup banyak keuntungan.

Menurut Ketua Panitia, E.E. Mangindaan, hingga hari keempat saja panitia sudah menarik masuk sekitar Rp 180 juta. "Itu pemasukan kotor," katanya. Malah dari sumber lain yang diperoleh BOLA, jumlah pemasukan hingga hari keempat sudah jauh lebih besar dari itu. Hari pertama memang hanya menghasilkan Rp 14 juta, tapi hari kedua membengkak jadi Rp 80 juta. Kemudian turun lagi Rp 28 juta dan naik lagi ke Rp 80 juta.

Hingga akhir semifinal, tampaknya panitia sudah benar-benar memperoleh hasil yang melegakan hati seluruh jajaran pengurus PSSI. Angka minimal Rp 300 juta tidak akan bergeser dari perhitungan.

Sementara itu biaya yang harus dikeluarkan panitia untuk kejuaraan tersebut memang membengkak dari semula Rp 130 juta yang direncanakan menjadi sekitar Rp 140 juta. "Ini disebabkan adanya penundaan selama tiga hari," tukas E.E. Mangindaan. Biaya yang mengalami pembengkakan tersebut dengan demikian dari sektor akomodasi.

Untuk enam tim peserta semifinal, panitia semula menyediakan biaya sekitar Rp 25 juta. Tetapi dengan adanya pengunduran tersebut, maka angka minimal yang telah dikeluarkan panitia naik menjadi Rp 35 juta.

Dibanding dengan kegiatan internasional yang juga dikomandoi oleh Mangindaan, kejuaraan Piala ASEAN Desember lalu, pemasukan dan pengeluaran sekarang memang luar biasa. "Dalam Piala ASEAN biaya kita hanya Rp 120 juta dan pemasukan bersihnya Rp 140 juta," tuturnya pada BOLA.

Ini artinya sepakbola tetap merupakan tontonan yang amat disukai masyarakat, meski prestasinya masih saja bergelimangan dengan warna suram.

Berbicara soal pembagian keuntungan, Mangindaan menegaskan adanya ketentuan tersendiri yang sudah dibuat oleh PSSI. Ia tidak bersedia menjabarkan berapa besar yang harus diterima setiap peserta.

Namun sumber BOLA menjelaskan, setiap tim memperoleh bagian sebanyak 12,5%. PSSI sendiri memperoleh hasil serupa, sedangkan sisanya untuk panitia penyelenggara. Namun karena panitia penyelenggara juga merupakan unsur dari PSSI, maka sudah barang tentu bagian terbesar keuntungan tersebut jadi rejeki PSSI.

Sayangnya rejeki tersebut tidak dibarengi dengan mutu yang bagus, lantaran kondisi para pemain sudah teler. Beruntung fanatisme para peserta yang masih tetap berkobar sehingga penonton tetap tersedot, dan lahir keuntungan uang yang menggiurkan itu.

Raksasa

Tampaknya, kegiatan kali ini benar-benar raksasa bagi PSSI. Pertama, lantaran waktu penyelenggaraan yang tak kepalang lamanya; kedua, keuntungan yang diperoleh cukup luar biasa; dan ketiga, tenaga kepanitiaan yang amat besar. Seperti sedang pesta besar, panitia mengerahkan tidak kurang dari 400 orang. Tenaga terbesar tentu saja di sektor keamanan. Malah sesekali terlihat lapangan sepakbola seperti dalam keadaan amat genting karena jajaran petugas berseragam lengkap dengan senjatanya.

PSSI rupanya tak mau setengah-setengah dalam soal keamanan. "Ini saya peroleh dari pengalaman memimpin kejuaraan Piala ASEAN. Sekarang saya libatkan 300 petugas keamanan yang aktif," kata Mangindaan.

Malah untuk final, Mangindaan sudah menyiapkan 400 personil khusus untuk keamanan. "Untuk menjaga segala kemungkinan yang tidak menguntungkan. Kami berjaga-jaga." ujarnya.

Untuk pertarungan final itu panitia menyediakan tiket 106.000 lembar. Hal ini menurut Mangindaan karena animo penonton yang setiap hari terus meningkat. Bahkan pernah panitia terpaksa menjual karcis yang tidak laku pada hari sebelumnya.

Biaya Peserta

Yang tak kalah penting diperhatikan, tentu saja biaya para peserta. Dengan sistem kejuaraan yang berkepanjangan seperti sekarang, dan berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain, tentu puluhan juta rupiah sudah bergelinding dari setiap peserta.

PSMS misalnya, untuk bertarung di dua kota dengan waktu sekitar tiga minggu menghabiskan tidak kurang dari Rp 27 juta. Menurut Ketua Umum PSMS, Syarief Siregar SH, sebelum ada pengunduran waktu tiga hari, timnya menghabiskan biaya Rp 25 juta.

Bersyukur bagi Perseman dan Persipura, memperoleh keuntungan dari azas manfaatnya Ketua Umum PSSI, Kardono, dengan menumpang pesawat Hercules dari Irian ke Jakarta dan sebaliknya. Kalau tidak, berapa biaya yang harus mereka keluarkan jika tiket pesawat termurah saja ke Jakarta sudah menghabiskan tidak kurang Rp 400.000 per pemain? Sedangkan setiap tim membawa tidak kurang dari 30 pemain serta ofisial. Belum lagi biaya akomodasi.

Tentang akomodasi selama semifinal para peserta memang tidak perlu pusing lantaran PSSI sudah menanggung penginapan serta makan. Tetapi di tempat penampungan kompleks olahraga Senayan, di daerah yang seharusnya mengerti menu atlet, para peserta jadi kelabakan, karena mutu dan gizinya yang pas-pasan.

Ini artinya harus dikeluarkan biaya tambahan makan seperti yang dilakukan Wakil Gubernur Irja, Sugiyono yang tak segan-segan memboyong para atletnya makan siang di luar kompleks. Atau Solihin GP, Ketua Umum Persib yang terpaksa membayar lebih mahal untuk menempatkan para pemainnya di Hotel ASRI.

Para peserta sudah minta perbaikan kepada para pemborong makanan, agar sesuai dengan harga (konon Rp 12.500 per orang per hari), tetapi tidak ada hasilnya. Kenapa begitu dan di mana letak kesalahannya, belum sempat diketahui. Tapi sungguh sayang kalau tuntutan prestasi tidak didukung dengan gizi tinggi.

(Penulis: Mahfudin Nigara, Tabloid BOLA Edisi No. 52, Jumat 22 Februari 1985)