Phillips, mendukung diadakannya prosesi jabat tangan antar pemain. Ia merasa bahwa ritual tersebut masih perlu dilakukan guna menjunjung tinggi sportifitas.
Sebelumnya, Mark Hughes selaku manajer QPR, sempat menyerukan ide untuk menghentikan prosesi jabat tangan menyusul insiden yang terjadi dalam laga kontra Chelsea pada 15 September lalu. Saat itu salah satu pemainnya, Anton Ferdinand, enggan bersalaman dengan John Terry dan Ashley Cole.
Ini merupakan buntut dari insiden rasisme yang terjadi pada Oktober 2011. Kala itu Terry dituduh melontarkan hinaan bernada rasis pada Ferdinand ketika keduanya bertemu di lapangan. Cole ikut terseret lantaran ia bersaksi membela Terry di pengadilan.
Namun, Shaun Wright-Phillips tak sependapat dengan ide sang pelatih terkait penghapusan prosesi jabat tangan. "Saya pikir jabat tangan adalah hal yang bagus untuk sportifitas," kata mantan winger tim nasional Inggris itu seperti dikutip The Sun.
"Jabat tangan adalah hal positif, terutama ketika Anda membawa seorang anak kecil di depan Anda sebagai maskot pertandingan. Itu akan memberikan mereka kesan baik mengenai pemain sepak bola dan saya mendukung hal itu," imbuhnya.
Lebih lanjut, Wright Phillips mengaku tidak terkejut dengan kasus rasisme yang terjadi dengan Terry dan Ferdinand. Sebab, ia juga pernah menerima cemoohan serupa ketika membela The Three Lions pada 2004.
"Kasus seperti itu tidak mengejutkan, tapi saja tidak merasa terganggu. Saya di sini hanya untuk bermain sepak bola. Anda tentu akan mendapatkan sejumlah pelecehan ketika bermain," tuntas eks pemain Manchester City dan Chelsea tersebut.
Editor | : | Ade Jayadireja |
Komentar