Apa pembelaan Nandar Iskandar, pelatih timnas Indonesia terhadap prestasi timnya yang hanya memetik satu angka dari tiga penampilan di Piala Asia? Apa pula hasil evaluasi atas kinerja lini depan yang tak mampu melesakkan gol, bahkan harus kemasukan tujuh gol?
Asal tahu saja, Indonesia mencatatkan diri sebagai pemegang rekor tim yang tidak pernah membuahkan gol di kejuaraan empat tahunan ini. Bahkan Uzbekistan yang dilumat Jepang dengan delapan gol pun mampu membalas satu gol. Evaluasi komplet langsung dilakukan awak timnas di Holiday Inn Martinez, Beirut.
"Jika perbandingannya adalah prestasi kita di Piala Asia 1996, rekor golnya 4-8 dan sekarang 0-7, tentu ada perbedaan. Namun, saya tidak tahu, apakah tim Danurwindo dulu dipersiapkan seperti tim saya, yang nyaris komplet hanya pada saat-saat terakhir dan pelatnasnya banyak terpotong," kata Nandar membela diri.
Yang pasti, ia menggarisbawahi kelemahan mendasar pada fisik. Niatnya untuk menggenjot Uston Nawawi dkk. dengan pelatih fisik khusus tak kesampaian karena waktu tersisa amat pendek.
"Tanpa stamina prima, susah memainkan pola apa pun, terutama dengan lawan yang jauh lebih berkualitas dan kelasnya di atas kita," lanjutnya. "Efek lain, pola bertahan denga counter attack seperti uji coba di Belanda tak berjalan dengan sempurna."
Ia lantas mencatat, sesungguhnya pasukan Indonesia masih bisa bermain seperti saat meladeni Kuwait, Cina (babak kedua), dan Korsel (babak pertama). Tapi, saat harus berbenturan, pemain kita rata-rata kalah.
Jepang juga dengan postur rata-rata kecil. Biarpun demikian Hiroshi Nanami dkk. punya stamina bagus dengan terus bergerak. Sama halnya dengan Thailand. Nandar sadar, untuk membentuk pemain dengan stamina seperti itu bukan hitungan bulan, tapi tahun.
Kurniawan Sendirian
"Nandar benar juga. Buktinya saat pelatnas di Belanda, kita kepayahan melawan klub-klub di sana. Mereka bilang kami tampil seperti pemain salon, padahal sumpah, kami sudah main ekstra keras," kata I Putu Gede, gelandang yang kerap dimainkan sebagai bek sayap. Komentar Putu dibenarkan sebagian besar pemain.
Dengan bekal seperti itu, Nandar jadi kurang sepakat kalau faktor mental, seperti disebut Bora Milutinovic, pelatih Cina, jadi alasan utama. Menurut pandangan Nandar, mentalitas memang berkaitan, tapi faktor itu bukan yang utama.
Evaluasi tentang tumpulnya striker, Nandar beralasan merupakan bagian dari strategi. Ia sadar, memainkan dua striker hanya akan menambah rekor kemasukan gol.
Justru itu yang ia hindari karena pengaruh psikologisnya bisa terbawa ke Piala Tiger. Akhirnya Kurniawan Dwi Yulianto dipasang sendirian di depan. Rochy Putiray dan Bambang Pamungkas memang tampil, tapi lebih berperan sebagai pemain gelandang.
"Kasihan striker setajam Kurniawan harus bernasib demikian. Dia tak pernah mendapat bola bagus, selalu cari sendiri ke tengah. Kalau pun ada bola, biasanya bentuknya heading. Ini tidak menguntungkan karena lawan lebih tinggi," kata Henk Wullems, mantan pelatih timnas asal Belanda.
Dengan alasan demikian, Nandar menyatakan hasil yang dicatat Kurniawan sebagai hal normal. Secara keseluruhan, puaskah dia?
"Saya puas dengan perjuangan anak-anak, tapi agak kecewa pada ketidakstabilan penampilan saat melawan Cina. Namun umumnya saya bisa menerima fakta dengan lapang dada," ujar pelatih asal Bandung tersebut.
(Penulis: Sigit Nugroho - Tabloid BOLA, edisi no. 1.050, Selasa 24 Oktober 2000)
Editor | : | Caesar Sardi |
Komentar