Larangan dipakainya pemain asing oleh kebanyakan pengamat maupun kalangan Galatama sendiri dianggap sebagai salah satu penyebab merosotnya animo masyarakat terhadap kompetisi Galatama.
Penilaian ini dikaitkan dengan kenyataan obyektif. Sebelum ini, ketika larangan itu tidak ada, kompetisi Galatama berlangsung semarak. Lebih-lebih setelah Niac Mitra berhasil mendatangkan Fandi Ahmad dan David Lee. bintang-bintang Singapura. Di manapun Niac tampil, penonton membanjir.
Kini ketika penonton semakin menyusut dan klub-klub Galatama setengah mati berjuang untuk bisa tetap hidup, pandangan para pemilik klub mau tak mau mengarah pada larangan itu. Adakah kemungkinan tembok merah itu dicabut?
Kardono, ketua umum PSSI, menyinggung masalah itu ketika pekan lalu mengundang para pimpinan klub Galatama di Kantor PSSI.
Tapi jawabannya untuk pertanyaan yang tak terucapkan itu adalah "tidak".
Kardono menjelaskannya dengan lebih dulu mengutip Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945. Yakni tentang hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Konsekuensinya, demikian kurang lebih penggunaan tenaga kerja asing dibatasi pada jabatan-jabatan teknis yang belum dapat diisi oleh tenaga kerja Indonesia sendiri. Dengan kata lain, menurut Kardono, Galatama hendaknya bisa menjadi salah satu sumber pekerjaan bagi putra-putri Indonesia sendiri.
Cukup jelas dan mudah dimengerti. Namun nampaknya masalah ini masih akan merupakan salah satu topik pembicaraan dalam Diskusi
Sepakbola di Gedung Dewan Pers, Jl. Kebon Sirih 34, Jakarta Pusat, Sabtu dan Minggu mendatang ini. Apalagi jika Galatama diarahkan untuk jadi profesional betul yang berarti mutu dan sekaligus komersial.
Diskusi dengan Tema "Sepakbola Yang Kita Idamkan" ini diselenggarakan oleh PWI Pusat untuk menyambut Hari Pers Nasional I. PWI sendiri akan menampilkan makalahnya pada kesempatan pertama, disusul makalah dari PSM Ujungpandang.
Setelah itu akan tampil tiga klub Galatama, Tunas Inti, Indonesia Muda, dan Makassar Utama, untuk memaparkan permasalahan mereka dan pandangannya mengenai pengaturan sepakbola nasional. Di hari kedua, bekas Ketua Pelaksana Harian PSSI Suparjo Pontjowinoto akan coba mengungkapkan jalan keluarnya, diikuti tanggapan dan penjelasan dari pimpinan PSSI.
Bertindak sebagai moderator diskusi ini adalah Imam Waluyo dan Eddy Sihombing dari PWI. Sehari sebelumnya, PWI juga menyelenggarakan penataran tentang teknik meliput dan pengetahuan sepakbola bagi para wartawan muda.
(Penulis: Sam Lantang - Tabloid BOLA, edisi no. 48, Jumat 25 Januari 1985)
Editor | : | Caesar Sardi |
Komentar