Konflik dualisme tak kunjung usai, bahkan memburuk.Kondisi ini berimbas ke pelaku sepak bola. Sejumlah klub masih menunggak hak para pemainnya.
Alasan klise tak memiliki dana untuk memenuhi hak pemain musim lalu dilontarkan klub-klub yang tampil di LPI. Penyakit kronis ini tak hanya dialami klub-klub level atas, kontestan Divisi Utama (DU) pun bernasib sama.
Tunggakan gaji di kubu DU Persires Bali Devata mencapai berbulan-bulan. Dari delapan bulan kompetisi, seluruh pemain hanya empat kali menerima gaji. Tak ada kabar apa pun dari pihak manajemen dan konsorsium Mitra Bola Indonesia.
Joao Bosco Cabral, mantan kapten Bali Devata, menyebut kompetisi LPIS hanya sebatas label. "Hanya namanya saja kompetisi profesional. Klub dan konsorsium tidak profesional," katanya.
Asisten manajer Bali Devata, Danandita mengaku kalau ia sempat berpikir kapok mengurus tim sepak bola khususnya yang berada di bawah LPIS. "Tidak hanya gaji pemain yang tidak beres, kami di manajemen juga dibuat pusing dengan berbagai macam penagihan untuk kebutuhan klub. Kami tidak bisa berbuat apa-apa karena semuanya dikendalikan konsorsium," ujar Danandita.
Klub lain DU, Persewangi Banyuwangi, hanya mampu membayar hak pemain selama dua bulan. Sisanya hingga kini masih tertunggak dan belum tahu kapan akan dilunasi. Ketika para anggota tim mengadu ke PSSI, mereka tak mendapat respons positif. Bahkan pemain Mwoukwelle Sylvain Ebwangga sakit tifus tanpa ada yang membantu keuangannya.
“Saat itu kami lapor ke komdis. Mereka hanya mengumbar janji akan menyelesaikan kasus kami. Saat ini Mwoukwele, pemain asing asal Prancis, sakit tifus dan tak ada perhatian dari pengurus. Kami khawatir nasibnya bisa seperti pemain asing lain yang meninggal karena ditelantarkan klub," kata Yudi Suryata, pelatih Persewangi.
CEO LPIS, Widjajanto, menyebut pihaknya telah berkomunikasi langsung dengan Mwoukwele. "Kami juga mengulurkan bantuan ke yang bersangkutan untuk berobat," kata Widja.
Namun, ada pula klub yang bernasib lebih baik. Meski hak mereka tak dibayar penuh, semua masalah gaji para punggawa Persik telah tuntas lewat proses rasionalisasi. Tapi kini giliran manajemen yang pusing karena berutang Rp2 miliar kepada pihak ketiga.
"Kami akan menagih janji PT LPIS dan konsorsium yang belum melunasi hak Persik sesuai kesepakatan saat tanda tangan MoU. Kami malu karena kolega terus menagih piutangnya," ucap Barnadi, Sekum Persik.
Rasionalisasi gaji menjadi solusi bagi klub-klub LPIS. Selain itu, ada tawaran terminasi dari konsorsium kepada pemain atau klub. "Modus mereka adalah mentransfer uang langsung ke rekening pemain, entah si pemain sudah setuju atau belum mengenai terminasi," tambah Valentino Simanjuntak CEO APPI.
Konsorsium juga siap membayar dua bulan gaji plus 20 persen untuk pemain sebagai solusi kekeluargaan. (Respati Agung/Yan Daulaka/Gatot Susetyo)
Editor | : |
Komentar