Konflik sepak bola Indonesia yang melibatkan PSSI dan KPSI hingga kini belum selesai. Apa penyebab konflik ini? Berikut wawancara kontributor BOLA, Fahrizal Arnas, dengan Deputi Sekretaris Jenderal PSSI Bidang Kompetisi, Saleh Ismail Mukadar.
Apa sebetulnya yang menyebabkan konflik ini terjadi begitu lama dan tak kunjung selesai?
Awalnya masalah ini terjadi karena kepentingan politik lokal bertemu dengan sistem yang kotor. Karena ada kepentingan yang sama, mereka memperjuangkannya. Ada dua hal yang mereka coba bisikkan pada beberapa anggota komek. Ironisnya, empat anggota komek ini terpengaruh.
Akibatnya ada penolakan terhadap usulan terkait deposit bank, pembatasan gaji, dan hak siar. Masalah yang terbesar sebetulnya pada hak siar karena ini mainan mereka. Intinya mereka tidak rela hal ini hilang dari genggaman.
Kalau dibongkar lagi ceritanya dari awal, sebetulnya masalah hak siar ini yang dipersoalkan oleh mereka. Tapi, kenapa kemudian melebar ke mana-mana?
Versi KPSI mereka menolak karena PSSI menambah kuota peserta kompetisi.
Sebetulnya bukan karena masalah itu. Dari empat anggota komek yang akhirnya dipecat oleh Komite Etik, hanya La Nyalla yang menolak. Sementara Tonny Aprilani, Erwin Dwi Budiawan dan Roberto Rouw menerima.
Dalam sebuah rapat organisasi, mestinya ketika hanya satu suara yang menolak, sementara yang lain menerima, seharusnya suara terbanyak yang menjadi keputusan rapat.
Meski keputusan itu menabrak aturan (Statuta PSSI) misalnya?
Siapa bilang menabrak statuta PSSI? Pasal 23 itu mengatur tentang peserta Kongres. Sementara Pasal 37 soal kewenangan Komek. Kalau PSSI melanggar statuta, sudah pasti PSSI disanksi oleh FIFA. Bukan itu yang mereka ributkan, tapi keputusan soal pengelola kompetisi. Lagi-lagi ini soal mainan mereka.
Apakah hanya faktor itu yang membuat konflik tidak kunjung selesai?
Editor | : |
Komentar