2. Namun, sekali ini PSMS harus kehilangan pemain potensialnya, sayap kiri Musimin yang cedera patah tangan kanannya.
Orang kemudian bertanya, mampukah PSMS mempertahankan gelar juara yang direbutnya dua tahun lalu? Barangkali menarik untuk dikaji.
Dalam kejuaraan dua tahun lalu, PSMS boleh menepuk dada sebagai juara setelah mengalahkan Persib lewat adu penalti 3-2. Tetapi kalau kita tinjau secara keseluruhan, kemenangan PSMS sebenarnya tidak boleh dibilang murni diraih. Pertama dalam semifinal, Persib yang sebenarnya bisa memberikan kemenangan pada PSM Ujungpandang, justru telah menyelamatkan PSMS. Bagi Persib sendiri ketika itu seperti menolong seekor anjing terjepit. Dilepaskan, kemudian menggigit balik.
Tetapi, itu sudah terjadi. PSMS telah meraih juara. PSMS pun sudah menyandang gelar itu. Gelar paling terhormat dalam dunia persepakbolaan amatir.
Sekali ini, Parlin Siagian tampaknya harus berpikir lebih keras lagi untuk tetap mempertahankan mahkota tersebut. Ancaman yang datang dalam tahun ini tidak seperti tahun sebelumnya. Terlalu berat malah. Tetapi, kebiasaan PSMS untuk lolos dari lubang jarum, bukan tidak mungkin akan kembali menempatkannya sebagai kesebelasan kebanggaan dari Sumatera Utara itu ke final, bahkan mungkin kembali juara.
Tumpul
Diakui atau tidak oleh pelatih PSMS, sang juara yang tampil kali ini terlalu tumpul untuk gambar kebesarannya. Meski dalam pertarungan perdananya di putaran kedua, Sunardi B dan Akhmad mampu menjebolkan gawang Zain Merdeka, itu bukan jaminan.
Bekas Ketua Umum PSMS, Wahab Abdi, mengakui kesebelasan dari kota Medan itu memang tumpul. "Malah gol kedua Akhmad itu karena kesalahan Zain Merdeka yang terlalu maju," katanya. Ia juga menilai kerjasama tim tidak seapik dulu. Namun, Wahab tetap berharap PSMS mampu mempertahankan gelar juaranya, tanpa mengecilkan arti semua klub yang ikut dalam babak final itu.
Problem lain yang dihadapi PSMS sekarang ialah, apa langkah berikutnya setelah sayap kirinya, Musimin, yang cerdik dan lugas harus diusung keluar lapangan karena patah bahu kanannya. Wahab sendiri menganggap Musimin merupakan ilham gempuran PSMS.
Ya, terbukti setelah Musimin diangkut keluar, sayap kiri PSMS jelas-jelas ompong. Tak seorang pemain pun mampu berdiri di tempat itu untuk mengganti peranan Musimin. Meski gol Akhmad bertitik tolak dari sayap kiri yang ditempati Suhaeri, tetapi itu bukan jaminan.
Perjalanan memang masih cukup panjang. PSMS masih harus menyelesaikan empat pertandingan lainnya sebelum benar-benar mampu bertarung ke babak ketiga dan grand final.
(Penulis: Mahfudin Nigara, Tabloid BOLA edisi no. 49, Jumat 1 Februari 1985)
Editor | : | Caesar Sardi |
Komentar