baru ini Pardedetex, perkumpulan yang cukup mempunyai sejarah di negeri kita, membubarkan diri. Juga di Inggris dua klub, Hartlepool dan Charlton Athletic yang berusia 79 tahun, diberitakan nasibnya berada di ujung tanduk karena terlibat hutang. Tapi pada saat terakhir datang bantuan, sehingga dua perkumpulan itu tidak jadi bangkrut.
Klub besar Manchester United ceritanya lain lagi. Selama hampir seluruh bulan Februari lalu perkumpulan ini menjadi news besar. Diberitakan, perundingan serius sedang dilangsungkan antara keluarga Martin Edwards, pemilik saham Manchester United terbanyak, dan Robert Maxwell, calon pembeli.
Karena cerita sekitar perundingan yang akhirnya tak jadi itu cukup menarik, kolumnis Kadir Yusuf menerjemahkan untuk BOLA tiga rangkaian tulisan yang dimuat dalam Majalah Voetbal International edisi Februari 84.
Sabtu sore - 4 Februari 1984, di tribun Old Trafford - stadion Manchester United - tak biasanya banyak wartawan yang bukan "reporter sepakbola" tampak hilir mudik. Tetapi ternyata mereka hadir di sana bukan untuk meliput pertandingan sore itu yang sangat jelek, melainkan untuk kepentingan yang mengatakan klub Manchester United akan dijual.
Sebelum pertandingan dimulai hari itu, Ketua Manchester United, Martin Edwards, lebih dulu memberi komunike pers. Dikatakan 'sampai saat itu ia belum menerima satu pun tawaran atas 51% saham Manchester yang dimilikinya. Tetapi tidak dijelaskan, apakah ia tak tertarik bila datang tawaran untuk itu.
Sikap Martin memang bisa dimengerti, sebab jumlah uang yang terlibat dalam transaksi tidak kecil. Konon, ketua dari Oxford United, Robert Maxwell, seorang penerbit yang kaya raya, bersedia mengeluarkan £ 10 juta atau sekitar Rp 14,8 mllyar untuk saham sebesar 51% kepunyaan Edwards.
Malapetaka
Tentu saja terhadap tawaran semacam itu tak mudah mengatakan "Tidak!". Apalagi Maxwell berjanji tidak berkeberatan jika sesudah jual beli dilaksanakan, Martin Edwards tetap diberi kedudukan di Manchester United sebagai chief executive dengan gaji sekitar Rp 700 juta setahun.
Martin dan adiknya Roger (yang memiliki 20% dari saham) memperoleh saham tersebut sebagai warisan dari ayahnya, Louis Edwards. Dua bersaudara itu tampaknya memang sangat "bahagia" akan milik mereka. Old Trafford mereka anggap sebagai monumen peninggalan orang tua mereka yang paling berharga. Tetapi jika tawaran itu benar-benar terjadi, berarti mereka dan juga Manchester United - karena bertambahnya
kapital - punya kesempatan lebih banyak untuk membeli beberapa tambahan pemain tenar seperti Trevor Francis dan Liam Brady dari Sampdoria, yang telah lama mereka incar.
Namun sebaliknya, bagi manajer Manchester yang sekarang, Ron Atkinson, transaksi itu sungguh merupakan malapetaka. Sebab Atkinson pernah ribut dengan Robert Maxwell ketika Manchester bertanding lawan Oxford United dalam perebutan Piala Liga yang dimenangkan Oxford. Lagipula, manajer Oxford sendiri, Jim Smith yang terpilih sebagai "Manager of the Year" di negerinya tentu lebih disenangi Maxwell.
Oxford memang berkat kepemimplnan Jim Smith, berhasil mengantongi 17 kali kemenangan dalam musim kompetisi ini. Dengan begitu bukan mustahil keuntungan yang besarnya lebih dari Rp 300 juta berhasil pula digaet. Ini tentu merupakan yang luar biasa bagi satu perkumpulan dari Divisi III yang musim lalu hampir bangkrut. Karenanya, tak mengherankan jika Robert Maxwell, memuji-muji Jim Smith. Rasanya sudah hampir pasti dia akan memberi Jim Smith promosi bila datang peluang itu dan Ron Atkinson bisa tersisih. Sebab Maxwell dalam waktu dekat ini benar-benar bertekad menjadi pemilik perkumpulan Divisi I dengan Manchester United sebagai incarannya.
Saingan
Persiapan ke arah sana segera dengan giatnya digarap. Sementara itu, Maxwell konon akan mendapat bantuan dari James Gulliver, juga seorang pengusaha kaya raya yang sejak Desember lalu sudah bertindak sebagai wakil ketua Oxford United. Perundingan dengan keluarga Edwards pun dapat dengan mudah diatur melalui perantaraan seorang pengusaha lain, Professor Roland Smith, kawan baik kedua belah pihak. Sudah tak disangsikan lagi perubahan besar pasti akan terjadi pada klub terbesar Inggris dalam waktu dekat itu.
Pekan lalu maksud jutawan Robert Maxwell untuk mengambil oper Manchester United naga-naganya semakin mendekati kenyataan. Tetapi mendadak pada hari Rabunya terjadi sesuatu yang tidak terduga muncul saingan pembeli baru, Peter Raymond.
Atas nama sekelompok pengusaha di Manchester, Peter Raymond (45 tahun), direktur pemasaran suatu perusahaan kimia berasal Amerika mengumumkan, ia juga katanya mengajukan tawaran. "Saya begitu tersentuh oleh cerita-cerita tentang Old Trafford, sehingga mengajukan tawaran. Kami berniat menyelamatkan Manchester United. Tawaran kami amat serius dan apabila Manchester bersedia berunding, kami bersedia uang itu di atas meja," kata Raymond.
Pekan lalu belum lagi diketahui pasti apakah tawaran Raymond dianggap sungguh-sungguh oleh Martin Edwards. Dengan tawarannya, Raymond ingin tahu apa reaksi Robert Maxwell, sebab nama Maxwell selama pekan-pekan bulan lalu sudah menjadi buah bibir hampir setiap orang di Inggris.
Senin yang lalu, setelah untuk beberapa hari terus-menerus terdengar berita yang tidak menentu, dua orang itu mengeluarkan keterangan pers lagi, isinya mengharapkan agar perundingan secepat mungkin dituntaskan untuk mengakhiri keadaan tidak menentu yang berlarut-larut.
Komunike pers bersama itu dilanjutkan dengan pembicaraan rahasia Martin Edwards sebagai pemilik saham terbanyak dan Robert Maxwell. Pembicaraan tersebut bisa saja berkesudahan dengan semua saham Manchester United berpindah tangan.
Namun sayang, pengumuman pembicaraan tersebut - yang sebenarnya belum waktunya untuk diumumkan - telah mengakibatkan keresahan di antara para pemain dan supporter. Sebab pada waktu itu belum tercapai kesepakatan tentang pengambil-alihan saham tersebut.
Di Inggris berita semacam itu lazimnya dapat dibaca dalam rubrik keuangan suatu surat kabar. Bahwa juga koran olahraga menulis tentang berita demikian, itu disebabkan cara sebagian besar perkumpulan di Inggris diorganisir. Baru-baru ini juga Notts County dijadikan perseroan terbatas (limited company) hingga sejak itu sudah tidak ada lagi status perkumpulan dalam persepakbolaan di Inggris. Semua sudah menjadi PT, termasuk PT yang semua sahamnya berada di tangan satu orang. Pengecualian adalah Tottenham Hotspur yang sahamnya sejak September sudah diperdagangkan di bursa.
Lambang Status
Baik Martin Edwards maupun Robert Maxwell adalah direktur-direktur yang memiliki saham terbanyak di masing-masing perkumpulannya. Edwards memperoleh saham-saham Manchester United sebagai warisan dari ayahnya, Louis Edwards - ketua Manchester yang lama. Sedangkan Maxwell adalah pemilik dari Oxford United, klub Divisi III. Tetapi rupanya Maxwell menganggap kedudukan sebagai direktur di klub Divisi III tidak cukup tinggi, sebab itu ia berusaha membeli saham Manchester United.
Bagi keluarga Edwards, penjualan saham milik mereka tentu saja menyangkut sejumlah uang besar, seluruhnya ada satu juta saham, masing-masing mempunyai harga sedikit di atas dua poundsterling per saham. Maxwell menawarkan untuk membeli 500736 saham milik Edwards (jadi sedikit lebih dari 50%) dan untuk itu dia bersedia membayar £ 10.000.000.
Coba kita hitung dalam mata uang kita. Harga seluruh saham Manchester berjumlah hampir tiga milyar rupiah. Separuh dari saham itu berharga sekitar satu setengah milyar. Robert Maxwell bersedia membayar 14,8 milyar rupiah dan itu adalah jumlah yang amat besar, maka tentu tidak mudah untuk seorang swasta menolaknya.
Mengapa orang sampai bersedia membayar saham Manchester sampai sepuluh kali lipat? Sederhana sekali. Manchester United bagi seorang seperti Maxwell - pelarian dari Czeckoslowakia - merupakan lambang status kelas yang tinggi di Inggris. Tapi dari segi lain pun ada juga yang tak kalah penting dari itu. Sebagai wadah usaha, menjadi pemilik Manchester United tentu besar artinya. Kata United, biarpun pendek, sudah cukup jadi jaminan. Tidak percuma dalam buku sejarah perkumpulan itu ditulis, "There is only one United". Manchester United memang bisa menghasilkan untung, bahkan untung besar. Marilah kita buktikan.
Setiap pertandingan (ada 21 kali dalam liga saja) minimal akan menghasilkan 170 juta rupiah. Pertandingan persahabatan menghasilkan kira-kira sama banyaknya, sementara harga pemain yang ada di Manchester United dengan demikian diperkirakan mencapai Rp 17 milyar.
Setelah sekarang Italia mulai memasuki pasar membeli pemain asing, Manchester pun kini mempunyai beberapa pemain yang dapat menghasilkan 6,8 milyar rupiah, misalnya saja Bryan Robson dan Norman Whiteside. Tetapi kekayaan Manchester United terbesar adalah stadion Old Trafford yang diperkirakan berharga £ 15.000.000. atau sekitar Rp 22 milyar.
Jadi secara keseluruhan dapat dikatakan Manchester United bisa merupakan usaha, dari mana Jan Lodvik Hoch, nama asli Maxwell yang pelari dari Czecko itu di tahun 1940, mendapatkan kenikmatan besar.
Harga Katedral
Tetapi ternyata Martin Edwards menuntut pembayaran yang jauh lebih besar untuk sahamnya itu. Tepatnya, meliputi jumlah sebesar 15 juta poundsterling. Jumlah ini bukan hanya besar, tetapi terlalu besar meski bagi si kaya raya Robert Maxwell sekalipun yang bersedia mengeluarkan 10 juta poundsterling untuk menguasai Manchester United. Namun Edwards menganggap tawaran tersebut masih terlalu rendah, biarpun sebenarnya dari situ dia sudah bisa mendapat keuntungan sekitar 10 milyar rupiah.
Tampaknya cinta Martin Edwards, pemilik sebanyak 500737 saham atau 51% kekayaan Manchester, kepada klubnya masih lebih besar ketimbang cintanya kepada harta kekayaan. Katanya, "Beberapa hari belakangan ini, gara-gara transaksi yang berlarut-larut, saya menjadi kehilangan ketentraman. Kini saya merasa gembira karena semua sudah berlalu, dan saya masih tetap ketua Manchester United meskipun sejumlah besar uang terlepas dari tangan".
"'Mungkin ini pun hanya pernyataan sementara, sebab Edwards masih melanjutkan pernyataannya itu dengan implikasi yang bisa ditafsirkan macam-macam. "Kami tidak akan berbuat apa-apa dulu sampai akhir kompetisi, agar tidak mengganggu ketenangan regu kami. Barangkali, di masa datang seperti halnya dengan Totenham, kami akan mempertimbangkan mengeluarkan saham baru untuk meringankan beban finansiil yang harus kami pikul."
Robert Maxwell sebaliknya amat kecewa jual beli ini tidak jadi dilaksanakan. Harga 15 juta poundsterling ia anggap terlampau tinggi biarpun dia mengerti mengapa keluarga Edwards meminta harga yang demikian tinggi. Maxwell tidak mau berbicara lebih panjang lagi tentang harga. Katanya, "Terhadap lembaga seperti Manchester United, orang tidak pantas tawar-menawar harga. Melakukan itu akan sama saja seperti coba menawar harga sebuah katedral".
(Penulis: Kadir Yusuf, Tabloid BOLA edisi no. 2, Jumat 9 Maret 1984)
Editor | : | Caesar Sardi |
Komentar