bintang sepakbola negeri itu ke negeri lain.
Andre tak lain adalah anak laki-laki Karl Heinz Rummenigge, bintang terbesar dalam persepakbolaan Jerbar sekarang. Kalle, demikian panggilan akrabnya, memang sudah lama didesas-desuskan akan dibeli dari Bayern Muenchen ke Inter Milan di Italia. Dan ketika isyu itu semakin santer, pers Jerbar berusaha menghalanginya sampai dengan ide pemuatan foto Andre plus rengekannya.
Tapi pemain besar seperti Kalle sudah tentu tak bisa tergoda untuk mengubah niatnya hanya oleh rengekan seorang anak kecil, meski anaknya sendiri. Tak lama sesudah itu ia malah muncul di depan kamera televisi tiga stasiun besar Eropa, dan memberikan wawancara amat singkat.
"Inter adalah klub besar. Di sana sudah ada Hansi Muller yang juga seorang Jerman. Karena itulah saya mau hijrah ke sana. Inter maupun klub-klub di Italia memberikan kesan yang baik pada saya. Cukup sekian, selamat tinggal Bundesliga!"
Tapi tanda tanya toh masih ada. Untuk apakah sebenarnya Kalle pergi meninggalkan Bayern yang pernah dikatakannya tak akan ditinggalkannya sampai akhir karir? Karena rayuan lire yang telah menarik juga bintang-bintang seperti Zico, Falcao, dan Platini?
Bayaran yang dijanjikan Inter memang menggiurkan. Kalle akan menerima gaji sekitar Rp 750 juta setahun, ditambah rumah, mobil, bonus untuk ketiga anaknya, dan masih banyak lagi kenyamanan lain. Bayern sendiri menerima transfer senilai Rp 3,7 milyar ditambah 50% penghasilan pertandingan persahabatan dan lain-lain.
Tapi ternyata bukan hanya itu alasannya. "Saya tak mau mengakhiri karir sepert Gerd Mueller. Pemain yang luar biasa itu dicampakkan begitu saja - seperti kaum borjuis dulu memperlakukan abdi-abdinya," kata Kalle seperti dituturkan Rainer Kalb dalam majalah France Football.
Nasih Gerd Mueller, Si Bomber yang menggoncangkan Piala Dunia 70 dan 74, memang kurang manis. Ia begitu setia mengakhiri karir tetap di Bayern, tapi toh tidak mendapatkan penghargaan dan imbalan yang pantas untuk kepahlawanan dan kesetiannya.
Rummenigge juga menyebut dua nama lain di klubnya yang menjadi ukuran pembanding untuk memutuskan hijrah ke Inter. "Saya bukan seperti Sepp Maier atau Franz Beckenbauer yang bisa mengakhiri karirnya dengan tenang," tuturnya. Dan satu lagi: ia ingin terus dikagumi dalam sisa karirnya dan tidak diejek, diteriaki, bahkan dilempari penonton.
Dengan meninggalkan Bayern, ia sebenarnya juga mencoba menyingkirkan duri-duri di hatinya. Pertama, tanggung jawabnya yang besar dalam tim nasional dan kedua, ketidakcocokannya dengan manajer tim nasional itu sendiri, Jupp Derwall.
"Dalam tahun 1970-an, tanggung jawab dalam tim nasional masih bisa dibagi-bagi antara Beckenbauer, Maier, Overath, Mueller. Tapi sekarang? Semua tanggung jawab itu ada di pundak saya."
Sejak Piala Dunia 82 di Spanyol, Kalle sebenarnya memang kesal dengan persepakbolaan negerinya. Ia sampai pernah mengkritik, tim nasional Jerbar tidak punya idealisme. Ini mungkin dihubungkan dengan pertandingan "kucing-kucingan" melawan Austria yang memang dikecam habis publik dunia itu. "Dan tak seorang pun tahu siapa yang bertanggung jawab," tambahnya tanpa menunjuk Derwall.
"Keputusan yang paling sulit dalam hidup saya," kata Kalle lagi. Martina, istrinya pun sekali ini tak mau ikut campur. Tapi jelas bukan hanya Bayern yang merasa kehilangan. "Dia tak pernah bisa digantikan orang lain," kata back Wolfgang Dremmler.
(Penulis: Hikmat Kusumaningrat, Tabloid BOLA edisi no. 7, Jumat 13 April 1984)
Editor | : | Caesar Sardi |
Komentar