tiba muncul di stadion Teladan Medan, menyaksikan pertandingan Mercu Buana melawan Makassar Utama. Padahal sejak pembubaran 15 Februari itu tokoh wiraswasta pribumi yang sukses ini tampak berusaha melupakan sepakbola. Pertanda bangkitnya kembali klub pionir sepakbola bayaran itu?
"Akh... ada-ada saja kau. Apa tak boleh aku menonton rupanya," ujarnya kepada BOLA yang mempertanyakan kehadirannya. "Soal itu nanti sajalah. Kita tonton dulu ini," tambahnya menyebut pertandingan rival klubnya itu lawan Makassar.
Bercelana putih dengan baju kaos dan topi merah, T.D. Pardede duduk di bangku dekat meja komisi pertandingan, diapit teman dekatnya, Kamaruddin Panggabean dan ketua III PSSI Bidang Perserikatan, A. Wahab Abdi. Di mata masyarakat olahraga Sumut, ketiganya memang tokoh yang menonjol. Tapi masyarakat juga tahu betul, ketiganya tak pernah berpadu prinsip.
Tak heran kalau kemudian beberapa penonton berteriak. "Hallo, rujuk rupanya bapak-bapak itu, bah!" Pardede berpaling ke arah teriakan, sambil melontarkan senyum.
Bertahun-tahun membina olahraga di Medan khususnya dan Sumut umumnya, ketiganya memang sulit dipersatukan. Dua tahun lalu SIWO PWI Sumut merintis jalan agar ketiganya bisa bergabung dalam satu atap pembinaan olahraga, tapi hasilnya nihil. Prinsip ketiganya mengenai sistem pembinaan tak juga bisa dipertautkan.
Buktinya, tahun 1980 Pardede sengaja melirik Panggabean untuk menangani Pardedetex. Hanya setahun, keduanya bercerai lagi, dan Kamaruddin membentuk Mercu Buana. Wahab juga begitu. Dalam penyusunan tim Sumut ke PON tahun-tahun lalu, selaku Komda dan ketua KONI, maupun sebagai ketua umum PSMS ia tak pernah mau merekrut pemain Pardedetex. Entah kenapa, tak pernah terjawab sebabnya. Padahal ada Wahab juga keturunan Batak. Bermarga Simatupang, tapi tak pernah dipakainya. " Kalau mereka bisa bersatu, olahraga Sumut pasti bisa lebih kuat," kata seorang pejabat.
Tapi apa kata betul seperti dugaan seorang awam ini: "Kalau orang Batak berkumpul , semua jadi kepala. Tidak ada yang mau jadi anak buah"? Entahlah. T.D. Pardede muncul lagi, kenapa kepala jadi pusing lagi juga?
(Penulis: Syamin Pardede, Tabloid BOLA edisi no. 8, Jumat 21 April 1984)
Editor | : | Caesar Sardi |
Komentar