Seperti kebanyakan pemain dari daerah Sulsel, Nasir Salassa (25) juga memiliki ciri khas bermain keras. Kesan tak kenal kompromi sangat kuat mengaliri setiap langkah kapten UMS 80 Ini. Namun ia tak tergolong penaik darah. Di luar lapangan ia malah nampak begitu lembut dan ramah.
Keistimewaan itulah yang membuat bola mata dokter Endang Witarsa meliriknya dan kemudian merekrutnya dari PSSI Binatama ke pelukan UMS. Dokter yang ketika itu menjadi pelatih UMS kemudian manempanya lebih matang lagi.
Maka lengkaplah syarat pemuda asli Pare-pare itu menjadi pemain belakang yang tangguh. Ia mampu tidak hanya menyergap setiap lawan yang mencoba menggerogoti daerah pertahanannya, tapi juga ganti menusuk pertahanan lawan.
Bobot tendangannya yang keras, tajam, dan terukur telah dibuktikannya beberapa kali. Yang terakhir M. Asyiek, kiper Yanita Utama, menjadi korbannya. Dari jarak sekitar 35 meter, Nasir melakukan tembakan kanon yang keras dan tajam. Tidak hanya Asyiek yang jadi terpana menyaksikan si kulit bundar menusuk sudut kiri atas gawangnya, sekitar 8.000 penonton Stadion Menteng juga terperanjat.
Kelebihannya ini juga pernah menjadi pusat perhatian banyak pelatih nasional. Maka sejak ia kembali dari berguru di Brasil tahun 1980 dengan PSSI Binatama, Nasir selalu mendapat kepercayaan menjadi penembak jitu dalam tendangan bebas di tim nasional.
Keunggulan lain yang menjadi ciri Nasir adalah sikapnya yang sportif. Sejak ia bergabung dengan UMS 80, klub dengan pendukung finansial PT ASTRA Internasional Inc. tak sepotong kartu merah pun diberikan kepadanya sebagai hukuman. Juga tak pernah sekali puh ia terlibat dalam baku hantam.
Karena itu rasanya manajer UMS Rahim Soekasah tak salah pilih menunjuknya sebagai kapten kesebelasan. Jabatan yang sudah melekat di pundaknya sejak tahun 1982. Tepatnya sejak Sofyan Hadi keluar dari klub tersebut.
"Berat, tapi begitulah. Dengan jabatan tersebut, saya menjadi lebih mampu mengontrol emosi saya," tuturnya.
Dalam semifinal nanti, siapa pun lawan UMS, rasanya sudah patut lebih berkonsentrasi pada kelebihan pemuda Bugis ini. Perlu persiapan khusus bagi para ujung tombak lawan untuk mengoyak duet Nasir dan Chris Wakano, rekan akrabnya di dalam maupun di luar lapangan.
Keuletan, keberanian, dan kekompakan keduanya dalam menjaga keamanan daerah pertahanan UMS sudah tidak dapat diragukan lagi. Bahkan ujung tombak Yanita Utama, Bambang Nurdiansyah yang saat ini sedang melambung sebagai pencetak gol terbanyak, berkali-kali tak mampu keluar dari cengkeraman Nasir.
Andalan IM, Dede Sulaiman atau Hadi Ismanto, juga sering menghadapi kesulitan jika harus berhadapan dengan Nasir. Ia memang seperti tembok Cina yang kokoh, yang kalau perlu bisa menjadi naga pemagut dan penyengat.
(Penulis: Mahfudin Nigara, Tabloid BOLA edisi no. 10, Jumat 4 Mei 1984)
Editor | : | Caesar Sardi |
Komentar