Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

PSSI Yunior Terus Dipermak Dengan Model Garuda

By Caesar Sardi - Selasa, 26 Februari 2013 | 09:00 WIB
Tim PSSI Yunior di Stadion Malang.
Dok. Tabloid BOLA
Tim PSSI Yunior di Stadion Malang.

diam PSSI Yunior terus dipermak. Mereka kini dipersiapkan terjun dalam Invitasi Sepakbola Yunior yang akan diikuti beberapa negara di Bangkok, akhir Juni mendatang. Juga untuk mewakili pelajar Indonesia dalam Invitasi Pelajar Asia di New Delhi, September tahun ini.

Ketika melawan Unibraw '82 yang menduduki urutan ke-2 dalam divisi satu Persema di Stadion Gajayana Malang, mereka membagi  angka sama kuat 2-2. Sebelumnya PSSI Yunior kalah dari Niac Mitra 1-2, dan dari PS Gajayana, runner-up Piala Presiden, 1-2. Di Bali juga kalah 1-3 dari Perseden Denpasar dan 0-2 dari Denpasar Putra.

Salah satu model pengasahan adalah dengan mengadakan uji coba ke Jawa Timur dan Bali baru-baru ini. Dalam tujuh kali pertandingan, mereka menang dua kali yaitu ketika melawan PS Tabanan Bali 5-0 dan Persipro Probolinggo, juara antar perserikatan Jatim (kecuali Persebaya dan Persema), 1-0.

Sebelum ke Bangladesh, sempat mengejutkan yaitu menggondol Piala Walikota Padang setelah di final menumbangkan juara 12 besar PSSI, PSMS Medan 4-2. Sebelumnya, dalam penyisihan mengalahkan Persib 1-0, Persija 1-0, PSP 2-1.

"Dalam turnamen di Padang, kami punya sasaran yang jelas. Tapi dalam uji coba ini targetnya hanya menemukan pasangan yang serasi," tutur Marjoto, pelatihnya. "Terutama juga untuk menumbuhkan fanatisme bermain. Kalau PSSI Yunior ini nanti punya fanatisme seperti Gajayana, saya optimis akan jadi kesebelasan yang tangguh," timpal E.E. Mangindaan, manajernya.

Pembinaan PSSI Yunior ini, kata Mangindaan, akan menggunakan model PSSI Garuda. Kesebelasan ini diharapkan menjadi kesebelasan nasional yang tangguh lima tahun mendatang dan dapat unjuk gigi dalam pertandingan internasional. Target kedua, mematangkan mereka agar bisa mewakili Indonesia ,di turnamen-turnamen yunior.

Terseleksi

Upaya menjadikan kesebelasan yang jagoan dan tangguh benar-benar terancang. Melibatkan PSSI dan Depdikbud dalam penyediaan finansial, sarana, dan tenaga pengelolanya. Kalau PSSI Garuda langsung dilatih Barbatana tapi PSSI Yunior cukup dilatih Marjoto dan Ardijono Isman. Sebagai konsultan Bukhard Pape dari Jerman Barat. Nampaknya PSSI Yunior ini diorientasikan ke Eropa, berbeda dengan PSSI Garuda yang berkiblat langsung ke Negeri Samba.

Para pemainnya pun telah terseleksi, paling tidak dari tingkat provinsi dan dari SMA Olahragawan Ragunan. Seluruh pemainnya dari SMA Ragunan berumur 16-18 tahun. Antara lain Wan Armansyah, Jhon Hendri (kiper), Roy Gabriel Kandow, Tiastono Taufik, Maukar (back), Sudana, Abdul Latief, Warry (gelandang), Frans Sinatra, Nurhadi, Eryono, Thodurus, Noah Meriem, Jamil Nusar, Tavip, Budiman (penyerang).

Enam belas pemain ini yang dibawa dalam perlawatan dan sementara dianggap pemain inti. Masih ada delapan pemain yang waktu itu nongkrong di Ragunan, yaitu Erwin, Ricky, Zaenal Asri, Stiven, Bambang Ketut, Supardi, William, Yeriman Frank. "Dalam waktu dekat akan diseleksi lagi ditambah pemain terpilih dari Suratin Cup," ujar Mangindaan di Malang.

Kekurangan

Mengamati permainan mereka, nampak terdapat sejumlah kekurangan. Penguasaan teknik secara individual belum ada yang menonjol. Penyajian pola permainan belum mantap. Kendati ada kecenderungan menggunakan pola 4-4-3 namun sering kehilangan pola. Di barisan depan tampak tak ada yang punya tembakan jitu dan pelari cepat. Yang punya tendangan keras hanya Noah Meriem, bahkan punya manuver gerak yang lincah untuk membebaskan diri dari jepitan lawan. Dia top scorer PSSI Yunior.

Di lini tengah agak baik. Yang menonjol di lini ini justru bila Frank Sinatra yang sebenarnya kanan luar berpindah ke tengah. Gaya permainannya mirip libero Ronny Pattinasarani. Dingin.

"Frank dan Sudana ini masih dicoba menggantikan Erwin Yogo yang cedera di Bangladesh. Erwin pemain yang bertipe Marzuki dari PSSI Garuda. Saya yakin, dia akan jadi sokoguru lini tengah. Bukan sekedar sebagai distributor bola yang baik, namun akan mampu pula sebagai palang pintu yang kokoh sekaligus sebagai destroyer benteng lawan," tutur Marjoto. Yang cukup parah justru di barisan pertahanan. Nyaris tak ada keserasian dua back. Pemain yang dipasang sebagai free back pun sering kehilangan kontrol.

Yang menyelamatkan gawang dari kebobolan justru permainan gemilang dan jibaku kiper Wan Armansyah yang bergaya tenang ala Ronny Pasla, pantang menyerah mirip Bonar Tobing, dan cekatan seperti Purwono.

"Mereka itu masih anak-anak, sehingga sering ngambek bila diperingatkan. Rasa "akunya" cukup besar sehingga sering lupa kerjasama, terutama di barisan depan. Sering mereka demam lapangan, misalnya ketika di Bangladesh, hingga serba salah. Nendang saja kena lutut lawan, karena terpaku pada bola sehingga mengabaikan lawan. Namun yang menggembirakan, justru mereka itu masih polos. Terutama karena anak desa. Dari kepolosan ini mereka akan mudah dibentuk," kata Mangindaan optimis.

Pendukung

Selain kepolosan sebagai faktor pendukung, mereka rata-rata punya kelebihan fisik. Sepanjang permainan mereka terus bersemangat baik dalam menggedor pertahanan lawan maupun menyelamatkan gawang. Memang belum sebringas Gajayana. Namun dari kelebihan fisik ini, optimisme menjadi pemain yang akan unjuk gigi di internasional, cukup beralasan.

Agar sikap polos dan fanatik initetap kokoh, perlu pembinaan yang memadai. Misalnya, jangan terlalu membebani mereka dengan target-target. Jangan menempatkan mereka dalam tatanan yang terlalu disiplin, sebab justru dari rasa bebas yang mereka miliki akan berkembang kreativitas, sikap berprestasi, dan kemandirian.

Mulai sekarang harus ditentukan kiblatnya, apakah ke Eropa atau ke Brazil. Dengan dasar kiblat permainan yang mulai mantap mereka akan konsisten, dan tak terbingungkan oleh macam-macam pola.

Kalau PSSI Yunior ini akan terus dibina model PSSI Garuda, tentu juga harus ditangani oleh pelatih yang memadai. Paling tidak, Pape sendiri harus lebih banyak turun langsung. Bentengi pula mereka dari penyakit sepakbola yang cukup ganas: uang.

(Penulis: Anwar Hudiyono, Tabloid BOLA edisi no. 13, Jumat 25 Mei 1984)


Editor : Caesar Sardi


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X