Mungkin tak banyak orang yang menyadari bahwa di saat prestasi sepakbola kita semakin melorot, citra sepakbola mahasiswa Indonesia di kawasan ini masih tetap cerah. Dalam dua kali Pekan Olahraga Mahasiswa (POM) ASEAN di Chiang Mai (Muangthai) dan Jakarta, kesebelasan Indonesia ternyata mampu menduduki tempat juara.
Itu terjadi pada tahun-tahun 1980 dan 1982. Dengan pelatih kawakan Mangindaan ketika itu menangani kesebelasan mahasiswa kita, sederetan pemain seperti Johny Fahamsyah, Ronny Sarbini, dan Wahyu Tanoto pun makin melonjak namanya.
Apa yang membuat prestasi mahasiswa saat itu begitu mengesankan? Salah satu sebabnya boleh jadi dikarenakan peran yang diambil Badan Koordinasi Olahraga Mahasiswa Indonesia (BKOMI) waktu itu.
Berawal dari Porseni II tingkat nasional di Jakarta, BKOMI memang telah membuktikan kerja nyata dengan suksesnya menghimpun atlet-atlet kampus terbaik untuk diterjunkan dalam POM ASEAN I di Chiang Mai itu.
Di berbagai cabang, memang Indonesia hanya berhasil mengumpulkan medali sekedar untuk menempati tempat kedua. Namun, dalam cabang sepakbola, kontingen kita membuat catatan cukup mengejutkan, keluar sebagai juara, setelah dalam final yang mendebarkan menggulingkan kesebelasan Muangthai 3-2.
Ini tentu saja bukan hanya sekedar sukses yang membesarkan hati. Lebih dari itu, bahkan sukses ini pun telah membuat nama mahasiswa Indonesia di kawasan ASEAN cukup dihormati.
Sebagai kelanjutan POM ASEAN I, maka pada 8-14 November 1982 Jakarta pun ditunjuk menjadi tuan rumah. Tentu saja, dalam penyelenggaraan, selain pelayanan harus memuaskan para tamu, juga prestasi harus tetap dipertahankan.
Tetapi ternyata, tantangan terakhir itu mampu dijawab para atlet mahasiswa kita. Kontingen Indonesia berhasil menjadi juara umum menggeser kedudukan Muangthai yang terpaksa harus puas menjadi pengumpul medali di urutan terbanyak kedua.
Hebatnya, kesebelasan nasional mahasiswa Indonesia di POM ASEAN II itu bukan saja secara gemilang mampu mempertahankan gelarnya, tetapi juga secara telak mampu membabat Muangthai dengan selisih gol cukup meyakinkan 7-1.
Pelatih yang menangani kesebelasan mahasiswa kita waktu itu adalah Suwardi Arland, dengan dukungan para pemain yang memang pilihan. Mereka terdiri dari pemain-pemain perserikatan asal Persib Bandung, Persija Jakarta, PSMS Medan, PSM Ujungpandang, dan Persiraja Banda Aceh.
Bukan itu saja, kebanggaan Indonesia juga membengkak dengan terpilihnya Nasir Gurumud (Persiraja) sebagai pemain terbaik. Tak heran kalau Ketua Umum PSSI waktu itu, Syamubi Said, turut bergembira dengan turun langsung menyalami para pemain.
Sebagai tindak lanjut sukses POM ASEAN II itu, rekan saya Andi Suhandi langsung dimasukkan ke PSSI Pratama yang ditangani pelatih Bernd Fischer. Dengan beberapa catatan penghargaan itu, lengkaplah sudah kalau dikatakan bahwa mahasiswa Indonesia telah membuat nama besar.
Namun demikian, kebanggaan ini bukanlah semata-mata hanya untuk dinikmati tanpa usaha lanjut. Tahun ini, tugas berat menghadapi POM ASEAN III membentang di hadapan kita. Yang jadi pertanyaan, mampukah kita mempertahankan nama besar itu?
Kini situasinya tentu sudah jauh berbeda. Lawan di arena yang akan berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia, itu bukan saja tentunya sudah semakin mempersiapkan diri, melainkan juga di pihak kita sendiri rasanya persiapan itu masih belum menentramkan hati.
Bagaimana BKOMI? Apakah gelar yang begitu susah payah kita raih akan kita lepaskan lagi begitu mudah? Kita tunggu hasilnya nanti.
(Penulis: Kadar Bintara, Tabloid BOLA edisi 33, Jumat 12 Oktober 1984)
Editor | : | Caesar Sardi |
Komentar