Bukan hanya satu dua orang yang sejak semula menganggap PSSI Garuda tidak akan menjadi tim yang tangguh, setidaknya menurut ukuran persepakbolaan di Asia.
Pertimbangan utamanya, tim itu tidak didukung dengan materi pemain yang cukup baik. "Kalau mau disaring betul, paling-paling hanya dua atau tiga pemain saja yang pantas masuk tim nasional," kata seorang tokoh yang tak mau disebut namanya, maklum.
Kini dengan pulang babak belur dari turnamen Piala Merlion di Singapura nampaknya kecenderungan orang untuk merendahkan nilai tim Garuda itu akan makin besar. Tak heran kalau sampai timbul pertanyaan: diapakan enaknya?
Dalam jalur pemikiran seperti di atas tadi, tentunya orang lebih menginginkan jalan singkat dan mudah: bubarkan saja. Kalau melawan tim cadangan Singapura saja bisa kalah 5-1, bagaimana mau jadi juara SEA Games, apalagi berbicara agak lantang di Asian Games?
Betul juga. Kita patut menyimak lagi, kejayaan Garuda yang pernah jadi buah bibir manis awal tahun ini adalah menjadi runner up dalam turnamen Piala Raja di Bangkok. Artinya dalam turnamen yang sifatnya tidak resmi - boleh ikut boleh tidak.
Tapi Agustus lalu, dalam turnamen penyisihan untuk memperebutkan Piala Asia 84, Marzuki dan kawan-kawannya yang ditangani pelatih asal Brasil itu justru gagal menjadi salah satu dari dua tim terbaik. Dan batallah Garuda terbang ke Singapura, Desember mendatang, untuk bertarung dalam putaran final perebutan piala yang diselenggarakan oleh Konfederasi Sepakbola Asia itu. Alih-alih, mereka berangkat ke Singapura dua bulan sebelumnya untuk jadi bulan-bulanan lawan termasuk sang tuan rumah itu.
Tapi kenapa tim yang justru amat kompak, bermodal semangat tinggi, dan punya dukungan keuangan kuat itu harus dibubarkan? Kenapa bukan pelatihnya saja dicopot? Atau pemainnya dirombak?
(Penulis: Sumohadi Marsis, Tabloid BOLA edisi no. 36, Jumat 2 November 1984)
Editor | : | Caesar Sardi |
Komentar