"Ingin tukar karcis terusan pertandingan di Napoli (ada tempat duduk) dengan perahu karet bekas."
Iklan kecil yang dimuat dalam surat kabar mingguan lokal oleh penggemar yang merasa kecewa itu mungkin cukup mencerminkan, betapa cepatnya sanjungan dan kejatuhan yang dramatis dialami si maha bintang asal Argentina, Maradona, setelah 7 pertandingan dilakukannya untuk klub Napoli dalam kompetisi liga Italia.
Di ujung lain kota Napoli, para penggemar bola di Milan ramai mengelu-elukan Mark Hateley, striker asal Inggris, sebagai pencetak gol terbanyak. Manajer tim nasional Enzo Bearzot menyebutnya sebagai penemuan besar selama musim kompetisi tahun ini.
Sabar
Tapi Maradona, yang pekan lalu merayakan hari ulang tahunnya ke-24, minta kepada para pendukungnya agar bersabar dan memberikan waktu untuk membuktikan bahwa ia pantas menerima rekor transfer 7,5 juta dollar AS atau Rp 7,5 milyar.
Bagaimanapun kini Napoli berada di bagian bawah dengan cuma memperoleh lima angka dari tujuh pertandingan. Ini sama kedudukannya seperti setahun lalu ketika bintang Argentina itu masih berada di klub Barcelona, Spanyol.
Badai musim gugur telah mencabik-cabik sisa-sisa terakhir poster yang mengelu-elukan Maradona sewaktu ia menjejakkan kakinya di Italia. Permintaan terhadap t-shirt bergambar kepalanya dengan rambut keriting yang terkenal itu, semakin lesu saja. Para pedagang kios di stasiun stasiun kereta api terancam bangkrut.
Tapi apa kata Maradona?
"Saya telah menjatuhkan pilihan tepat dan tak sedikit pun menyesal," kata maha bintang termahal di dunia itu. "Saya sadar, saya telah datang ke tempat di mana masyarakatnya sangat dermawan. Mereka akan memberikan kepada saya waktu untuk menyesuaikan diri. Dan saya tegaskan, klub kita tak akan mengalgmi degradasi," tambahnya.
Maradona masih melanjutkan, "Selama ini, saya sesungguhnya tidak cukup banyak mendapat bola dari rekan-rekan setim. Mereka terlalu sering melihat saya dikawal ketat dan tak mau mengoperkan bolanya. Tetapi, bagi saya, kawalan ketat itu sudah biasa dan seharusnya rekan-rekan saya jangan ragu-ragu untuk memberikan bolanya pada saya."
Memang, ketua klub Julio Grondona sendiri, yang menyaksikan Napoli main seri 0-0 lawan Milan bulan lalu, juga mengeluh. "Tim ini tanpa sadar telah menghancurkan Maradona. Para pemain lain sama sekali tak pernah memberi dia umpan dan jika Maradona menguasai bola, mereka tak pernah bergerak ke tempat kosong." ujarnya kesal.
Ditusuk?
Kesulitan demikian tak dialami Hateley, 22 tahun, yang telah mencetak paling sedikit satu gol dalam tiap pertandingan Milan di kandang sendiri. Ini yang menyebabkan Hateley dipanggil "Attila" oleh orang-orang Italia yang mengalami kesulitan mengucapkan namanya.
Bearzort menyaksikan gol menentukan buat AC Milan hari Minggu dua pekan lalu dalam pertandingan dengan tetangga bebuyutan Inter Milan. Hateley melompat di atas bek Fulvio Collovati dan sundulannya membuat penjaga gawang Walter Zenga termangu.
"Saya menyukai pemain Inggris berbadan besar ini," kata Bearzot. "Ia merupakan hikmah bagi para pemain asing yang datang dalam musim pertandingan sekarang. Ia mengingatkan saya pada bekas pemain depan Wales dan Juventus dulu, John Charles. Hanya istimewanya, Hateley lebih cepat dari Charles."
Menurut Hateley, manajer AC Milan, Nils Liedholm, orang Swedia yang membawa Roma ke final Piala Eropa Mei lalu, harus memberikan penghargaan kepada setiap pemain yang menonjol di Italia.
"Liedholm mengatakan kepada kami bahwa kami harus berjuang keras untuk menang. Tetapi, kata dia, dunia tak akan runtuh jika kami kalah. Dan lihat saja hasilnya - sejauh ini kami belum kalah," ujar Hateley.
Di antara para pemain baru lainnya seperti rekan senegara Hateley di AC Milan, Ray Wilkins, atau Graeme Souness dari Skotlandia di Sampdoria, Hans Peter Briegel dari Jerbar di Verona dan Junior dari Brasil di Torino, semuanya telah melakukan awal penampilan di negeri spageti itu dengan gemilang.
Karl Heinz Rummenigge, tak diragukan lagi, memiliki bakat istimewa. Tetapi menurut bekas pemain internasional asal Jerbar Paul Breitner, ia ditusuk dari belakang oleh rekan-rekan sendiri di Inter Milan.
"Inter tidak pantas memakai Rummenigge," tulis Breitner di sebuah surat kabar kota Muenchen, Abendzeitung, setelah ia menyaksikan pertandingan di Milan. "Tak seorang pun akan menolong dia. Mereka semua adalah pemain-pemain ketimun," tambahnya.
Nasib Rummenigge nampaknya tak jauh beda dengan Maradona.
(Penulis: Hikmat Kusumaningrat, Tabloid BOLA edisi no. 37, Jumat 9 November 1984)
Editor | : | Caesar Sardi |
Komentar