Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Penyusunan Jadwal ISL Bukan Tugas Sederhana (1)

By Dominico Tri Sujatmoko - Rabu, 6 November 2013 | 13:30 WIB
Joko Driyono, CEO PT. Liga Indonesia
Fernando Randy/BOLA
Joko Driyono, CEO PT. Liga Indonesia

Penundaan, jumlah pertandingan tiap tim tidak sama, keluhan laga tandang yang jauh, isu keamanan, hingga biaya logistik tim yang membengkak.... Apa yang menjadi konsideran saat PT Liga menyusun Jadwal? FourFourTwo Indonesia langsung menemui sang administratur utama.

Joko Driyono, Direktur PT. Liga, memaparkan bahwa sebelum menyusun jadwal ISL, ada beberapa hal penting yang menjadi bahan pertimbangan utama. Yang pertama adalah slot waktu. Slot waktu ini mengacu kepada jumlah pekan dalam setahun (52 pekan) dan jumlah pekan dalam setahun yang bisa digunakan untuk memutar kompetisi setelah dikurangi untuk berbagai keperluan seperti libur musim, pramusim, Ramadan dan Idul Fitri, serta timnas (34 pekan). Namun, kerumitan terkait slot waktu ini kian tinggi karena ada banyak agenda kemasyarakatan lain yang kadang tidak bisa diganggu sepak bola: Pemilu, Pemilukada, atau Pilpres adalah beberapa contohnya. 

Idealnya, 34 pertandingan ISL digelar dalam 34 pekan—satu pekan pertandingan tiap minggu. Namun, kondisi ideal tersebut sulit tercapai karena adanya agenda kehidupan bermasyarakat lain seperti yang disebutkan tadi. Karena itulah, idealitas tersebut turun menjadi dua pertandingan tiap tiga pekan pertandingan. Artinya, tiap pertandingan digulirkan tiap 0,67 pekan—ini adalah angka toleransi bawah, sedangkan angka idealnya adalah 1 (34 dibagi dengan 34). Dengan demikian, sang administratur kompetisi menyatakan bahwa jumlah ideal minimal pekan pertandingan epr musim adalah 28 hingga 30 pekan.

Faktor kedua yang dipertimbangkan adalah rangkaian atau sequence. Idealnya, tim – tim dalam satu kompetisi menjalani pertandingan kandang dan tandang bergantian. Jika pekan ini main kandang, pekan berikutnya mereka mesti mengunjungi lawan. Akan tetapi, formulasi ideal ini jadi utopis di Indonesia. Sebagai alternatifnya, dibuatlah pola rangkaian ideal kedua: kandang, kandang, tandang, tandang, kandang, kandang. Alternatif ini mensyaratkan PT Liga sebagai pengelola kompetisi membentukan pasangan – pasangan kontestan ISL. Satu tim dipasangkan dengan satu tim lain yang dianggap berlokasi paling dekat.

Unsur rangkaian ini memengaruhi tingkat keadilan kompetisi. Idealnya, satu tim menghadapi lawan A, lalu B, kemudian C pada putaran pertama serta A, B, dan C lagi pada putaran kedua. Di ISL, yang berlaku adalah alternatifnya. Karena kondisi geografis, yang terjadi sebaliknya. Jika pada putaran pertama menghadapi A, B, dan C, di putaran kedua urutannya menjadi vs C, vs B, vs A. Jika Persija menghadapi Persela, Persipura, dan Persib di putaran pertama, makan di putaran kedua Persija akan menghadapi Persib, Persipura, dan Persela.

Hal lain yang dipengaruhi oleh unsur rangkaian ini adalah akhir pertandingan dan akhir kompetisi. Menjelang kompetisi usai, di mana banyak laga amat mungkin berdampak pada posisi juara atau degradasi, prinsip same day and same kick off time pun menjadi satu tuntutan yang mesti dipenuhi demi keadilan kompetisi pula.

Elemen ketiga yang jadi landasan pemikiran adalah hari dan waktu pertandingan serta kaitannya dengan sponsor dan televisi, yang jelas sangat penting bagi aspek ekonomi kompetisi. Saat menyusun jadwal, hari dan waktu pertandingan serta kaitannya dengan jam tayang siaran langsung di televisi selalu menjadi pertimbangan.

 

Artikel ini ditulis oleh Achmad Lanang Sujanto dan dimuat oleh FourFourTwo Indonesia edisi Oktober 2013.

Ikuti segala perkembangan terbaru tentang sepak bola di @FFT_Indonesia.




Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X