puing dan karat, sebuah kota kuno dengan sejarah 2.200 tahun, dijuluki kota hantu karena kondisinya yang terabaikan dan sunyi.
PestaAsia - Kota hantu mendengarnya saja sudah membuat bulu kuduk berdiri, dimana sebuah lokasi menyeramkan dengan nuansa horor didalamnya.
Namun, kota hantu ini mungkin tak seseram yang Anda pikirkan, terletak di Ortar Kazakhstan Selatan, adalah sebuah tempat yang tersisa dan warisan ritual yang mengejutkan, dan mulai terlupakan
Situs arkeologi ini muncul dari puing-puing dan karat, sebuah kota kuno dengan sejarah 2.200 tahun, dijuluki kota hantu karena kondisinya yang terabaikan dan sunyi.
Disalamnya menawarkan 12 jejak hantu pemukiman abad pertengahan, sebuah tempat yang memainkan peran kunci di Jlur Sutra dan merupakan pusat utama perdagangan budaya dan sains.
Sementara kota hantu saat ini dalam kondisi tandus, sebelum kota ini dinvasi oleh bangsa mongol, akrena menyombongkan diri sebagai kota terbesar di Asia Tengah.
Kota ini juga diapit oleh dua sungai terletak di pertemuan sungai Arys dan Syr Darya Perairan ini tempat utama dari 200 ribu warga.
Termasuk pemikir terkenal seperti matematikawan dan filsuf Al-Farabi, astronom matematis Abbas Zhauhari, ahli bahasa dan ahli geografi Iskhak Al-Farab, dan pengkhotbah Arystan-Bab.
Transformasi dramatis dari pusat kehidupan yang ramai ke kota hantu yang gersang dimulai pada tahun 1219.
Ketika orang-orang Mongol mengepung kota itu selama periode yang menghancurkan enam bulan.
Para penjajah dengan kejam membantai penduduk sebelum mereduksi mereka yang tetap menjadi budak dan membakar kota menjadi abu.
Kota ini hancur lagi pada tahun 1720 oleh Jungars dan tidak pernah benar-benar pulih.
Hingga kini kota ini menawarkan tidak lebih dari keheningan yang menakutkan dan stepa yang tak ada habisnya.
Meskipun ada penghancuran, legendatetap muncul dimana beberapa ritual mengejutkannya telah hidup dan muncul di tempat tersebut.
“Ada upacara keagamaan khusus di mana kami menyembelih domba dan kuda. Tapi karena ada banyak unta, kami juga menyembelih unta. Ritual ini dikenal sebagai Tas Attyk, ”kata seorang warga.
"Ritual ini berlangsung di awal musim semi, terutama ketika tidak ada hujan.".
“Daging itu dibagi dan diletakkan di atas meja untuk orang-orang, terutama orang miskin, dalam tindakan amal. Kami ingin menumbuhkan rasa kebersamaan. ”Tambahnya. (Afif Khoirul M)
Editor | : | |
Sumber | : | Intisari Online |
Komentar