Salah satu tujuan digelarnya Olimpiade adalah untuk mempromosikan suatu daerah negara tuan rumah untuk berkembang dan melebarkan sayap eksistensi daerah tersebut.
Itu pula yang mendasari pemerintah Korea Selatan saat memilih Pyeong-chang untuk menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin yang akan berlangsung 9-25 Februari, dan menggelar tujuh cabang, 15 disiplin, dan diikuti 90 negara.
Pemerintah Korsel sengaja memilih Pyeongchang. Pasalnya, pemerintah ingin mengubah wajah salah satu kota dengan pendapatan terendah di Korsel ini agar menjadi momentum perbaikan ekonomi.
"Pertandingan Olimpiade bukan hanya tentang olahraga, tetapi ada unsure-unsur ekonomi dan budaya di dalamnya," ujar Lee Hee-Beom, Ketua Panitia Penyelenggara Olimpiade Pyeongchang (POCOG).
Pyeongchang juga bakal dimanfaatkan agar bisa menjadi magnet untuk para turis berwisata di sepanjang tahun. Masyarakat Pyeongchang tentu tak mau kehilangan momentum guna menyongsong ajang tersebut.
Untuk merealisasikan tujuannya, pemerintah Korsel merogoh kocek hingga Rp 10,4 triliun untuk membangun seluruh fasilitas dan persiapan operasional.
Jika dibandingkan dengan tuan rumah pendahulunya, seperti Vancouver, Kanada (2010), dan Sochi, Rusia (2014), kedua kota itu sukses memanfaatkan momentum menjadi tuan rumah dengan meningkatkan pendapatan pasca- ajang multicabang rampung.
Baca juga:
- Jumlah Penghuni Pelatnas PBSI 2018 Alami Peningkatan
- BWF Nobatkan Final Tunggal Putri Kejuaraan Dunia 2017 sebagai Pertandingan Terbaik Tahun Ini
Wajar jika Sochi dapat mengumpulkan keuntungan besar. Sochi merupakan kota yang paling boros setelah mengeluarkan dana 55 miliar dolar AS atau sekitar, 746 triliun rupiah, untuk menggelar Olimpiade Musim Dingin termewah.
Kesuksesan kedua penyelanggara sebelumnya bisa menjadi contoh untuk PyeongChang meningkatkan pertumbuhan ekonomi seperti di Seoul, yang berjarak 182 km dari Pyeongchang, pascagelaran Olimpiade 1988.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | Tabloid BOLA edisi 2.830 |
Komentar