JUARA.NET – Jawa Tengah (Jateng) harus menunggu selama enam tahun sebelum kembali tampil sebagai juara umum pada Pekan Paralimpik Pelajar Nasional (Peparpenas) VIII/2017 di Solo.
Jateng kali terakhir menjadi juara umum Peparpenas pada 2011 saat digelar di Riau.
"Setelah juara di Riau, kami mengalami penurunan karena saat digelar di DKI Jakarta pada 2013, Jateng di posisi kelima dan di Bandung pada 2015, peringkat kami naik menjadi ketiga," kata Wakil Ketua Kontingen Jateng Effendi Hari.
"Dengan keberhasilan menjadi juara, berarti Jateng menunjukkan ada peningkatan," ucap Effendi.
Sebelum menjadi juara umum, Jateng harus bersaing ketat dengan juara bertahan Jawa Barat (Jabar) untuk memperebutkan posisi puncak.
Hingga hari terakhir penyelenggaraan, Senin (13/11/2017), Jabar masih membuntuti Jateng. Tidak hanya Jabar, Jawa Timur (Jatim) juga mengancam posisi Jateng.
Jateng akhirnya menyingkirkan Jabar setelah mengantongi 18 medali emas, tujuh medali perak dan 11 perunggu.
Adapun Jabar berada di peringkat kedua dengan raihan 16 medali emas, tujuh medali perak, dan lima medali perunggu.
Sementara itu, Jatim meraih 15 medali emas, delapan medali perak, dan satu medali perunggu.
"Persaingannya memang ketat. Jateng unggul tipis dari Jabar dan Jatim. Beruntung, cabang atletik benar-benar menjadi andalan menyumbang emas. Ada 12 emas dari atletik dan ini berarti 90 persen perolehan medali emas dari cabang tersebut," tutur Efendi.
Presiden National Paralympic Committee (NPC) Indonesia, Senny Marbun mengaku terkesan dengan pencapaian atlet di Peparpenas.
Menurut Senny, selama Peparpenas terjadi banyak pemecahan rekor. Tercatat 20 rekor dipecahkan dari cabang renang. Dari cabang atletik ada tiga rekor yang dipecahkan.
"Dari pemecahan rekor dan talenta atlet, Peparpenas tahun ini sangat memuaskan. Hampir semua daerah menurunkan para atletnya. Saya perkirakan Indonesia tidak akan kekurangan atlet. Regenerasi atlet bakal berjalan mulus," kata Senny.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang menutup Peparpenas menyampaikan bahwa event olahraga merupakan ajang untuk menyatukan segala perbedaan.
"Ini adalah fakta yang dimiliki Indonesia. Event ini kami gunakan untuk merajut kebangsaan. Spirit ini yang harus kita bangun," ujar Ganjar.
Ganjar berpesan bagi atlet yang gagal tahun ini masih punya kesempatan pada Peparpenas 2019 di Papua.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar