Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Membubarkan Satlak Prima Bukanlah Solusi Kata Yayuk Basuki

By Imadudin Adam - Senin, 9 Oktober 2017 | 07:40 WIB
Mantan atlet nasional, Yayuk Basuki yang kini menjadi politisi PAN di Komisi X DPR RI dan Lukman Niode (Wakil Ketua IV Satlak Prima) pada diskusi publik,
DEDE ISHARRUDIN/JUARA.net
Mantan atlet nasional, Yayuk Basuki yang kini menjadi politisi PAN di Komisi X DPR RI dan Lukman Niode (Wakil Ketua IV Satlak Prima) pada diskusi publik,

 Mantan petenis putri nasional, Yayuk Basuki mengatakan bahwa membubarkan Satlak Prima atas kegagalan Indonesia mencapai target SEA Games 2017 bukanlah solusi.

Padahal, kegagalan tersebut lebih kepada persoalan pasokan anggaran yang berada di Kemenpora sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

"Semuanya kan sudah jelas kok bahwa kegagalan Indonesia di SEA Games 2017 itu terjadi karena persoalan anggaran yang berada di Kemenpora selaku KPA. Jadi, Menpora janganlah cuci tangan dan mencari "kambing hitam" dengan mengorbankan Prima. Lantas dimana tanggung jawabnya?," tanya Yayuk Basuki seperti dikutip Bolasport.com dari Tribunnews.com, Senin (9/10/2017).

(Baca Juga: Kejuaraan Dunia Junior 2017 - Pemain Peraih Medali Asia Junior Championships 2017 Menjadi Tumpuan Utama Indonesia)

Tuduhan Prima sengaja dikorbankan cukup beralasan. Sebab, Yayuk berpegang pada ucapan Menpora Imam Nahrawi yang mengaku siap bertanggung jawab dan ngotot ingin menjadikan Satlak Prima sebagai Satuan Kerja (Satker) dalam Rapat Kerja beberapa waktu lalu.

"Menpora sendiri kok yang berbicara di Raker. Bukan hanya siap bertanggung jawab tetapi Satlak Prima akan diusulkan menjadi Satker tersendiri. Kenapa sekarang justru berbalik jadi Satlak Prima yang dikorbankan?," tuturnya.

Dalam hal ini, kata Yayuk, dirinya bukan berarti membela Satlak Prima. Tetapi, sebagai mantan atlet nasional yang tahu persis kebutuhan atlet, dia wajib meluruskannya.

Yayuk yang pernah menembus peringkat 20 besar dunia ini mengaku salah seorang anggota Komisi X yang menyoroti soal pemangkasan birokrasi saat Raker dengan Kemenpora.

"Sorotan saya soal pemangkasan jalur birokrasi itu adalah pertama kenapa atlit itu kalau ingin try out atau Trainning Camp (TC) ke luar negeri harus ada izin dari Sekretariat Negara (Setneg). Atlet itu kan bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) jadi tidak perlu diwajibkan. Berbeda dengan saya sebagai anggota DPR atau pejabat pemerintah ya memang harus melalui mekanisme itu," jelasnya.

Atlet menjalani try out dan mengikuti suatu turnamen di luar negeri, jelas Yayuk, bukan berdasarkan undangan tetapi mendaftar. Contohnya, atlit bulutangkis dan tenis. Mereka harus aktif mengikuti turnamen di luar untuk mengasah kemampuan sekaligus mengejar peringkat.

"Terlalu riskan kalau mereka menjalani try out harus ada izin ke Setneg yang terkadang baru turun dalam hitungan minggu bahkan bulan. Jalur birokrasi model begini yang jelas mengganggu kan harus dipotong," katanya.

Kemudian, kata Yayuk, masalah keuangan yang terlambat dikucurkan karena terhambat birokrasi.

"Saya banyak sekali menerima aduan dari atlit beberapa cabang olahraga, kenapa uang akomodasi banyak yang belum turun. Terus terang, masalah dana akomodasi ini saja belum tuntas sampai sekarang padahal SEA Games 2017 sudah selesai," urainya.

Semua kendala tersebut, ungkap Yayuk, bukan berada di Satlak Prima melainkan di Kemenpora. Sebab, Satlak Prima tugasnya membuat program dan mendesain agar cabang-cabang olahraga mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).

"Satlak Prima ini merupakan program pemerintah yang waktu itu bernama Program Atlit Andalan (PAL) dimana saya menjadi Tim Monitoring. Makanya, saya paham benar dengan kinerja Pak Cipto yang tidak pernah "macam-macam" dan benar benar mau bekerja," ujar Yayuk.
 
"Apalagi, kemampuan beliau sudah terbukti saat memimpin PB PODSI dimana pedayung binaannya telah mengukir prestasi dengan meraih 3 emas pada Asian Games China 2010 dan dua perunggu pada Asian Games Incheon 2014 serta meloloskan dua pedayung ke Olimpiade Rio de Janeiro 2016," urainya.

Selain itu, kata Yayuk, keberadaan Satlak Prima sangat dibutuhkan dalam pengawasan. "Cabang-cabang olahraga tidak semuanya jujur dan perlu pengawasan. Kok, Satlak Prima yang bertugas untuk itu justru malah dikorbankan," ujarnya.

Sama halnya dengan mantan Deputi Kemenpora Joko Pekik Irianto, Yayuk juga sepakat terlalu riskan jika pemerintah membubarkan Satlak Prima mengingat waktu pelaksanaan Asian Games 2018 hanya tinggal 11 bulan lagi.

"Kalaupun ada induk-induk organisasi (PB/PP) yang mengatakan wah sekarang bagus anggaran akan langsung turun itu perlu juga diingatkan. Masalah pertanggungjawaban dana APBN itu berat dan tidak semua PB/PP akan mampu," ungkapnya.

Terkait pernyataan Sesmenpora Gatot Dewa Broto yang menyebutkan akan melibatkan KONI Pusat dalam melakukan verifikasi atlet, kata Yayuk, KONI tidak perlu dilibatkan lagi karena sudah tidak lagi terlibat dalam pembinaan atlet elit.

"KONI itu fungsinya untuk program pembinaan jangka panjang. Jadi, KONI tidak perlu dilibatkan karena Satlak Prima lah yang paling memahaminya," tandasnya.

Ke depan, kata Yayuk, perlu adanya revisi UU Sistem.Keolahragaan Nasional (SKN) menyangkut peran KONI, KOI, dan Satlak Prima.

"Saya menyoroti setidaknya ada 3 pasal yang perlu diamandemen setelah Asian Games.2018. Yakni, peran KONI, KOI dan Satlak Prima," selorohnya.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P

Editor : Imadudin Adam
Sumber : BolaSport.com


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X