Tim bulu tangkis tunggal putra Indonesia mencatat raihan positif pada Korea Terbuka 2017. Anthony Sinisuka Ginting keluar sebagai pemenang setelah mengalahkan rekan senegara, Jonatan Christie, 21-13, 19-21, 22-20, 17 September lalu.
Pelatih kepala tunggal putra nasional, Hendry Saputra berbicara mengenai raihan prestasi Anthony, Jonatan, dan tunggal putra pelatnas. Berikut petikan wawancara dengan Hendry seperti dilansir Badmintonindonesia.org
Selamat, coach Hendry atas capaian pada Korea Terbuka. Kalau boleh tahu, apa resepnya?
Terima kasih, kalau ditanya resep sih tidak ada ya, tetapi kalau target ada. Saya rasa hampir semua pelatih punya pemikiran yang sama kalau hasil itu tergantung dari persiapan. Kedua, motivasi dan ambisi atlet untuk bisa berprestasi. Terjadinya all Indonesian final, itu berkat dari Tuhan.
Sebetulnya saya sudah lihat benihnya dari satu-dua tahun lalu. Tetapi, karena ketatnya persaingan pemain muda dan banyak pemain senior yang masih aktif, ya enggak segampang itu.
Waktu melihat undian pada Korea Terbuka, saya pikir ada kemungkinan memenuhi target semifinal atau final. Tetapi, tidak terlintas bisa sampai terjadi all Indonesian final. Walaupun saya punya motivasi untuk itu, tetapi semua tergantung atletnya.
Kekuatan tunggal putra sekarang makin merata, tidak ada yang bisa bilang si A si B pasti menang. Posisi ketinggalan atau leading pun berbagai kemungkinan bisa terjadi.
Dari perjalananan babak pertama, saya bisa melihat. Kondisi fisik mereka dari Jakarta cukup bagus, dari segi teknik, saya nggak pernah khawatir, yang khawatir itu kalau unforced errors, mati-mati sendiri. Penyebabnya banyak faktor, bisa dari segi mental, feeling atau banyak hal non-teknis lainnya.
Untuk ukuran pemain muda seperti Jonatan, Ginting dan Ihsan (Maulana Mustofa), tidak mudah menghadapi hal ini. Pemain dunia saja bisa kena.
Bicara soal persiapan, boleh diceritakan persiapannya seperti apa?
Dari evaluasi dari beberapa pertandingan sebelumnya, salah satu penyebab kekalahan adalah soal fisik. Kami telusuri lagi bagaimana ketahanan, endurance mereka? Kami sudah pelajari itu dan dari Beep Test hasilnya di angka 14-15, ini sudah termasuk bagus. Bahkan, Ihsan bisa sampai lebih dari 15.
Dari segi teknik pun sudah oke. Misalnya, dari permainan di depan net, dulu tidak ada variasinya. Kalau dari belakang, baseline, yang dulu nggak loncat, enggak bisa gunakan serangan. Sekarang ada variasinya dan ada serangannya.
Sebelum berangkat ke Korea, Jonatan dan Ginting bercerita kalau beep test dilakukan sampai berkali-kali?
Memang sengaja seperti itu. 10-12 hari sekali kami lakukan beep test supaya terukur konsistensi endurance sekaligus cek komitmen atlet dalam persiapan seperti apa.
Dalam perjalanan ke final, Ginting mengalahkan Son Wan-ho (Korea) yang merupakan pemain ranking satu dunia? Apakah anda terkejut dengan hasil ini?
Saya enggak kaget Ginting bisa menang dari Son Wan-ho karena saya lihat persiapannya dan dari tipe main permainan, saya optimistis. Saya berani bandingkan dengan penampilan Ginting waktu melawan (Viktor) Axelsen pada Piala Sudirman 2017.
Axelsen lebih komplet, sedangkan Son Wan-ho lebih matang. Ginting punya speed power dan endurance yang sudah lebih baik. Sikapnya waktu bertanding pun bagus, tenang dan cara mainnya tepat. Jadi, saya tidak kaget dia bisa mengalahkan Son Wan-ho.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | badmintonindonesia.org |
Komentar