Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

5 Pemain Terbaik Piala Dunia U-20 yang Tenggelam di Level Senior

By Beri Bagja - Kamis, 25 Mei 2017 | 05:44 WIB
Aksi Caio (kanan) saat berduel dengan Frank Yallop dalam pertandingan antara Brasil lawan Kanada pada ajang Piala Emas di Los Angeles Coliseum, Kalifornia, Amerika Serikat, 12 Januari 1996.
JAMIE SQUIRE/ALLSPORT/GETTY IMAGES
Aksi Caio (kanan) saat berduel dengan Frank Yallop dalam pertandingan antara Brasil lawan Kanada pada ajang Piala Emas di Los Angeles Coliseum, Kalifornia, Amerika Serikat, 12 Januari 1996.

Piala Dunia U-20 seperti mesin produksi bakat-bakat top yang kelak merajai sepak bola dunia. Hanya, tak selamanya pemain terbaik di turnamen akbar level junior itu lulus sebagai bintang pula di medan kancah senior.

Diego Maradona, Robert Prosinecki, Lionel Messi, Sergio Aguero, atau Paul Pogba merupakan contoh barisan alumni yang sukses dari Piala Dunia U-20.

Mereka melanjutkan kiprah cemerlang di ajang dwitahunan itu ke level profesional.

Maradona menyabet gelar Pemain Terbaik Piala Dunia U-20 dan berhak atas Bola Emas pada edisi Jepang 1979. Adapun Prosinecki mengikutinya pada 1987.

Messi (2005), Aguero (2007), dan Pogba (2013) merupakan jebolan turnamen ini yang juga menuai kejayaan setelah lulus pada era kekinian.

Di sisi lain, banyak pula para peraih Bola Emas yang malah flop alias gagal setelah menapaki panggung senior. Berikut lima di antaranya.

1. Caio Ribeiro Decoussau (Brasil, 1995)

Nama singkatnya Caio, sesingkat popularitasnya di level elite persepakbolaan dunia. Ia dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Piala Dunia U-20 1995.

Caio membantu Brasil mencapai final. Mereka dikalahkan Argentina di laga puncak. Sebagai penyerang berlabel wonderkid kala itu, Caio sangat impresif, terutama di fase gugur.

Ia mencetak tiga gol dalam empat partai knock-out. Koleksi totalnya adalah lima gol, hanya kalah satu dari Joseba Etxeberria (Spanyol).

Kecemerlangan itu mengundang minat Inter Milan. Saat berusia 19 tahun, Caio termasuk salah satu pemain pertama yang direkrut Inter pada awal era Presiden Massimo Moratti.

Baca Juga:

Pada 1995, dia dibeli seharga 7 miliar lira (kini Rp 54 miliar) dan menjadi rekor termahal dunia bagi pemain remaja ketika itu. Hasilnya?

Cuma enam penampilan di Inter pada musim 1995-1996, striker yang sempat dijuluki Sang Profesor Kecil itu hengkang ke Napoli (1996-1997). Selanjutnya, Caio tenggelam.

Tanpa gol di Serie A, kariernya mentok, dan dia pun kembali ke Brasil buat membela Santos, Flamengo, Fluminense, Gremio, Botafogo, serta klub divisi bawah Liga Jerman, Rot-Weiss Oberhausen.

Caio pensiun pada usia 30 tahun. Pria kelahiran 16 Agustus 1975 itu lalu menjadi komentator di media Brasil, Rede Globo.

Ironisnya, jika sang peraih Bola Emas edisi Qatar 1995 itu karam, banyak pemain di tim lain seangkatannya meroket di level senior.

Ambil contoh Raul Gonzalez, Fernando Morientes (Spanyol), Mark Viduka (Australia), hingga Hidetoshi Nakata (Jepang).

2. Emilio Peixe (Portugal, 1991)

Timnas Portugal terkenal dengan label Generasi Emas kala menjuarai Piala Dunia U-20 di negara sendiri pada 1991.

Skuat mereka diperkuat sosok yang lantas menjadi legenda, seperti Luis Figo dan Rui Costa. Namun, bukan kedua pemain itu yang paling bersinar selama turnamen.

Tokoh berprestasi peraih Bola Emas 1991 ialah gelandang Emilio Peixe. Tenaganya seakan tak habis ketika menggalang pertahanan dari lini tengah timnya lewat tekel-tekel dan penempatan posisi brilian.

Di final, Peixe berperan vital menekan pergerakan Giovane Elber dan Roberto Carlos muda di tim junior Brasil untuk membantu Portugal menang via adu penalti.

Setelah namanya meroket, Peixe masuk timnas senior. Akan tetapi, cuma 12 caps yang dia kumpulkan bagi Portugal. Seluruhnya didapat sebelum Peixe berusia 20 tahun.

Sementara Figo dan Rui Costa menjelma sebagai tulang punggung timnas dan berkelana di klub-klub elite Eropa, karier Peixe semenjana di liga lokal, terutama setelah tahun 1995.

Dia pensiun pada 2004 dan kini melatih tim Portugal di Piala Dunia U-20 2017 di Korea Selatan.

3. Dominic Adiyiah (Ghana, 2009)

 

Melihat klubnya sekarang saja, Nakhon Ratchasima, sudah cukup menggambarkan level kualitas Dominic Adiyiah.

Sebelum memperkuat klub Liga Thailand itu sejak 2015, Adiyiah menggapai prestasi lengkap sebagai wonderkid di Piala Dunia U-20 Mesir 2009.

Ia membantu Ghana juara, menjadi top scorer, dan mendapatkan gelar Pemain Terbaik.

Seusai turnamen, AC Milan terpincut merekrutnya dari klub Norwegia, Fredrikstad, pada 2010.

Tak sekali pun mengais penampilan di Milan, Adiyiah dipinjamkan ke Reggina, Partizan, Karsiyaka, dan Arsenal Kyiv.

Dia sampai mengembara ke klub liga antah-berantah di Kazakstan, Atyrau.

Nasib sang mantan wonderkid ini di level senior justru kalah gemilang dari pemain Spanyol yang ketika itu cuma mencapai babak 16 besar di Mesir 2009.

Pentolan skuat junior La Roja banyak yang meroket setelah lulus dari ajang itu, misalnya Ander Herrera, Cesar Azpilicueta, sampai Juan Mata.

4. Adama Traore (Mali, 2015)

Mungkin terlalu cepat memberi cap gagal buat Adama Traore, sang Pemain Terbaik di Selandia Baru 2015.

Namun, tanda-tanda flop memang sudah muncul. Sepanjang turnamen, Traore menyita atensi karena koleksi 4 gol miliknya mewarnai kejutan timnas Mali finis di peringkat ketiga.

Aksinya itu mengantar Traore menyeberang dari Lille ke AS Monaco.

Hanya, Traore tak menjadi bagian skuat Monaco menjuarai Liga Prancis 2016-2017 karena dia dipinjamkan ke klub Portugal, Rio Ave.

Dalam usia 21 tahun, setidaknya Traore masih punya kans memulihkan status sebagai eks bocah ajaib.

5. Henrique Almeida (Brasil, 2011)

Karier yang dijalani Henrique seperti menegaskan Brasil punya tren buruk di Piala Dunia U-20.

Para peraih Bola Emas turnamen ini yang berasal dari Negeri Samba justru ibarat ditakdirkan buat gagal di masa depan.

Di Kolombia 2011, Henrique meraih penghargaan sebagai Pemain Terbaik dan top scorer dengan 5 gol. Brasil juga juara.

Alih-alih menapaki kesuksesan dengan mencari nafkah di klub top Eropa setelah lulus dari turnamen, Henrique lebih banyak berkubang di klub-klub lokal, kebanyakan medioker.

Satu-satunya klub Eropa yang dia perkuat adalah Granada, itu pun cuma main enam kali. Striker kelahiran 27 Mei 1991 itu bahkan tak pernah sekali pun berlaga buat timnas senior Brasil.

Sementara Henrique kini cuma memperkuat Coritiba, rekan setimnya di Kolombia 2011 banyak yang lebih sukses.

Sebut saja Philippe Coutinho (Liverpool) sampai duo Real Madrid, Danilo dan Casemiro.

Piala Dunia U-20 2017 dapat disaksikan melalui tayangan eksklusif oleh RTV mulai babak semifinal. 

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P

Editor : Beri Bagja
Sumber : -


Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Close Ads X