Serie A pernah dipuja karena senantiasa menyuguhkan klimaks. Sangat sering tim juara baru diketahui ketika kompetisi selesai memainkan pekan terakhir.
Penulis: Sem Bagaskara
Kepastian juara AC Milan pada 1998-1999 baru hadir pada pekan ke-34, seusai mereka menekuk Perugia 2-1.
Waktu itu Serie A masih beranggotakan 18 tim. Bahkan, sepanjang musim 1998-1999, Milan hanya dua kali berada di puncak klasemen, yakni pada pekan ke-33 dan 34!
#CampeonesCentenarios@acmilan
— DeChalaca (@DeChalaca) December 26, 2015
@SerieA_TIM 1998/99
https://t.co/A8M8A5bxaF pic.twitter.com/KI5ybSaWz3
Drama kembali terjadi semusim berselang. Kandang Perugia, Renato Curi, yang tergenang air hujan, menjadi saksi tersungkurnya Juventus pada pekan ke-34 Serie A 1999-2000.
Juve kalah 0-1 dan harus merelakan gelar ke tangan Lazio yang menang 3-0 atas Reggina di Olimpico.
Pesta scudetto Roma setahun kemudian juga baru datang pada pekan pamungkas ketika mereka menekuk Parma 3-1.
Baca Juga:
- Lucas Biglia, Si Tembok Kukuh Lazio
- Pesan Sang Pelatih Bakar Semangat Pemain Warriors pada Gim Kedua
- Belum Nyaman dengan Motor, Marquez Tetap Bisa Cepat
Pada 2001-2002 giliran Juventus yang memastikan gelar pada pekan terakhir.
Si Nyonya Tua yang menang 2-0 di kandang Udinese menyambut gembira kekalahan 2-4 sang rival terdekat, Inter Milan, dari Lazio.
Namun, belakangan Serie A kehilangan klimaks yang pernah menjadi identitas kompetisi.
Terakhir kali titel liga ditentukan pada pekan pamungkas terjadi di edisi 2009-2010 tatkala Inter menjadi kampiun. Dominasi Juventus dalam enam tahun terakhir juga menjadi penyebab.
Si Nyonya Tua memastikan lima gelar teranyarnya ketika kompetisi belum paripurna. Tren tersebut sangat mungkin berlanjut musim ini.
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar