Pemain berposisi bek kanan murni memang sulit didapatkan Indonesia. Ketika sepak bola Tanah Air mulai kembali menggeliat setelah kemerdekaan pada 1950-an, boleh dibilang Indonesia tak punya bek kanan murni.
Penulis: Ferry Tri Adi
Nama-nama semisal Muhammad Rasjid, Chairuddin Siregar, Ramlan Yatim, atau Kwee Kiat Sek lebih tenar sebagai palang pintu di jantung pertahanan. Namun, bukan berarti pos bek kanan tak diisi pemain tangguh.
Formasi tim ketika itu tidak lazim, semisal 2-3-5. Tugas pertahanan di kedua sisi diemban pemain tengah atau biasa disebut half-back.
Ada nama Tan Liong Houw di sisi sebelah kanan atau bergantian dengan Phwa Sian Liong. Sejatinya, kedua pemain tersebut menjadi gelandang serang.
Namun, mereka bisa menjalankan dua peran tersebut dengan baik. Tengok aksi heroik Indonesia menahan Uni Soviet 0-0 di Olimpiade Melbourne 1956 atau medali perunggu Asian Games 1958.
Periode 1960-an muncul nama Yuswardi. Sejauh pencarian data BOLA, nama pria asal Medan itu memang terkenal sebagai bek kanan. Pada era itu, Ajo, sapan akrabnya, menjadi pemain inti di skuat timnas.
Tongkat estafet bek kanan murni berlanjut ke tangan Simson Rumahpasal.
Pria kelahiran Maluku itu melejit namanya menghalau serangan dari kiri lawan ketika membela klub Ambon semisal BintangTimur, PSSA Ambon, dan PSM sebelum berlabuh ke Warna Agung dan Persija pada 1970-an.
Simson pun dipercaya mengisi pos bek kanan timnas Indonesia sejak pertengahan 1970 hingga awal 1980. Pada era yang sama, Simson mendapat pesaing dari Sutan Harhara.
Namun, nama yang disebut terakhir punya kelebihan karena bisa juga diplot sebagai bek kiri. Mantan pemain Persija itu juga menghuni timnas pada periode yang sama.
Sebagai bek sayap, Sutan juga aktif membantu penyerangan yang kala itu digalang Junaedi Abdillah dan Risdianto. Pada Kualifikasi Olimpiade 1976, Sutan tampil penuh dalam empat laga fase grup.
Bek sayap murni terkemuka lain ialah Agung Setyabudi. Penampilan pria kelahiran Solo itu mencuat ketika membela Arseto Solo pada 1992 hingga 1998.
Ketika masuk Arseto, Agung baru berusia 20 tahun. Setahun berselang, ia berhasil mengenakan seragam Merah-Putih. Pada periode serupa, muncul didikan Primavera yang sedang naik daun.
Baca Juga:
- Pebalap Jepang Ini Akan Gantikan Alex Rins pada GP Spanyol
- Cerita Ahmad Junaidi, Bonus Uang Receh Arema Hingga Perang Batin di Persebaya
- Febri Hariyadi Punya 'Pesaing' Baru
Agung pun mendapat pesaing hebat semacam Anang Maruf. Anang membawa timnas memperoleh perak dan perunggu SEA Games 1997 serta 1999.
Satu setengah dekade terakhir ada tiga nama yang mentereng sebagai bek kanan. Siapa yang tak kenal Ismed Sofyan. Pemain yang kini masih aktif bersama Persija itu mulai masuk timnas senior Indonesia sejak tahun 2000.
Ismed bahkan mengisi bek kanan inti timnas dalam tiga pergelaran Piala Asia, yaitu 2000, 2004, dan 2007. Kelebihan pemain 37 tahun itu ialah umpan silang yang memanjakan para striker serta ahli dalam bola mati. Ia kerap mencetak gol dari eksekusi tendangan bebas.
Tak hanya di level timnas, Ismed juga lama mengisi pos bek sayap Persija. Sejak bergabung dengan Macan Kemayoran pada 2003, pria berdarah Aceh itu tak pernah tergantikan. Tahun ini Ismed sudah genap membela Persija selama 14 tahun.
Selanjutnya, penerus Ismed ialah Ricardo Salampessy. Pemain Persipura itu sempat menggantikan peran Ismed di pos bek kanan. Namun, Ricardo lebih sering diturunkan sebagai bek tengah di Tim Muatiara Hitam.
Nama terakhir yang tampil apik sebagai bek kanan ialah Zulkifli Syukur. Pemain 32 tahun itu menjawab kepercayaan publik sebagai pengganti sepadan Ismed. Kiprahnya mulai memikat hati pecinta sepak bola Tanah Air ketika membela Garuda di Piala AFF 2010.
Editor | : | Estu Santoso |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar