Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi, mengeluarkan banyak kebijakan baru, terutama yang berorientasi kepada timnas. Pengaturan usia di Liga 1, seperti wajib mengontrak lima pemain U-23 yang tiga di antaranya harus menjadi starter dan hanya boleh mengontrak dua pemain di atas 35 tahun, semata-mata demi kepentingan timnas.
Penulis: Kukuh Wahyudi
Berdasarkan regulasi itu, beberapa elemen klub yang terdiri dari pemain, pelatih, dan manajemen merasa tertekan. Hak untuk menampilkan tim terbaik di kompetisi profesional seperti dikebiri.
Kebijakan terkait pemain U-23 yang dikatakan sebagai media untuk mencari dan mematangkan pemain untuk SEA Games 2017 sekaligus mendorong munculnya pesepak bola-pesepak bola anyar dinilai kurang tepat.
Idealnya, pembinaan usia muda seperti itu jangan dilakukan di kompetisi profesional seperti Liga 1. Seharusnya, pemain U-23 atau muda dibiarkan muncul secara alami, bukan karena regulasi mewajibkan mereka bermain.
"Pemain muda itu tak semua bermental bagus. Saya takut mental mereka belum siap lalu dipaksakan bermain di setiap laga. Efeknya justru negatif untuk dirinya dan tim," tutur pelatih klub papan atas yang namanya enggan disebutkan.
Bila nanti timnas U-23 sukses di SEA Games, pengorbanan klub untuk memaksakan pemain U-23 bermain mungkin tak menjadi persoalan. Namun, bagaimana jika gagal?
"Klub sudah berkorban dengan janji PSSI. Apakah ada jaminan kita bakal juara di SEA Games, meraih medali perunggu Asian Games, atau juara dunia? Bagaimana respons klub kalau nanti target itu tidak berhasil dicapai? Saya tidak mau membayangkan," kata Haruna Soemitro, Manajer Madura United.
"Karena itu, PSSI dengan rezim timnasnya harus betul-betul memikirkan bagaimana janji timnas berprestasi itu harus dibuktikan," tutur Haruna melanjutkan.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar