Gaji telat dibayarkan, pemain asing pun menyerbu kampung-kampung di Nusantara. Mereka rela bermain tarikan kampung (tarkam) demi menjaga api dapur tetap menyala.
Penulis: Gonang Susatyo/Andrew Sihombing
Ini terjadi saat kompetisi Indonesia terbelah. Selain Liga Super Indonesia (LSI), ada Liga Prima Indonesia (LPI) yang merupakan kompetisi resmi. Saat klub-klub LPI krisis, pemain asing memilih tarkam dengan bayaran Rp2-Rp3 juta sekali main.
Tidak jarang mereka menawarkan satu paket seperti duo Persiba Bantul, Ezequiel Gonzalez (Argentina) dan Eduardo Bizarro (Brasil).
Sekali tampil mereka mendapat Rp 5 juta. Pemain asing yang tak lagi mendapat klub pun akhirnya harus tarkam. Terutama setelah ada regulasi klub kasta kedua tidak boleh menggunakan pemain asing.
Tak heran bila para mantan bintang Liga Indonesia seperti Ronald Fagundez (Uruguay), Herman Dzumafo (Kamerun), Bruno Casmir (Kamerun), Mamadou Al Hadji (Mali), sampai Jean Paul Boumsong (Kamerun) pernah bermain di kawasan Dieng, Jawa Tengah.
Tidak hanya di sekitar Pulau Jawa, "wilayah jajahan" pemain asing di partai tarkam bahkan bisa mencapai daerah yang tidak dikenal dengan kultur sepak bola kuat.
Akhir September 2016 misalnya, Roberto Kwateh dan Patricio Jimenez dibayar untuk tampil memperkuat Mamuju Utama dalam Turnamen Segitiga Mamuju.
Baca Juga:
- Legenda Man United Suka dengan Formasi Tiga Bek Ala Mourinho
- 35 Pemain Jalani Seleksi Perdana Timnas U-18
- Bikin 23 Penyelamatan, Kiper 37 Tahun Jadi Buah Bibir di Liga Inggris
Ketika itu, Patricio yang sudah berusia 40 tahun bahkan menjadi idola penonton lewat aksi memikat di sisi kiri permainan. Hanya, pada turnamen yang sama, Kwateh justru menjadi bulan-bulanan cemoohan penonton akibat penampilan yang buruk.
Editor | : | Estu Santoso |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar