Ichwan Wicaksono, pilar Arema pada 2003-2004, membutuhkan kompetisi yang teratur bagi anak asuhnya di Tiga Naga Football Academy.
"Sebagai pelatih, kami sangat membutuhkan kompetisi yang teratur dan berjenjang untuk memantau perkembangan para pemain setiap minggunya," kata pelatih pemegang Lisensi D Nasional ini.
Bagi Ichwan, hal tersebut adalah kenyataan yang tak bisa dipungkiri ketika dia melatih pemain usia dini di Riau. Ichwan mengeluhkan minimnya kompetisi buat generasi bibit-bibit muda secara reguler.
"Di sini (Riau) sering digelar turnamen. Sistem event ini jelas sangat tidak tepat untuk membentuk pemain profesional," ucapnya.
Penanaman fondasi sepak bola yang baik dan benar harus dimulai sejak usia dini. Anak-anak harus dikenalkan dengan iklim kompetisi.
Filosofi Tiga Naga Football Academy yang ditukangi Ichwan bersama Ridwan Oesman, eks Villa 2000, tidak ada di Riau.
Baca Juga:
- 4 Hal Menarik dari Hasil Imbang 1-1 Man City dengan Liverpool
- Modal Penting Juventus untuk Menjuarai Liga Champions
- Rekor Terhebat di Balik Kesuraman Josep Guardiola
Lelaki kelahiran Malang, 24 September 1980, ini memegang teguh prinsip bahwa pembentukan mental juara seorang pemain harus dilakukan sejak usia dini.
"Di akademi, kami bukanlah mesin pencetak tim juara, melainkan mempersiapkan talenta-talenta profesional yang siap beradaptasi dengan klub," kata pelatih yang sempat dua musim merumput dengan Kabau Sirah pada 2008-2009.
Kesempatan yang diberikan manajemen Tiga Naga Football Academy benar-benar dimanfaatkan Ichwan untuk membagikan ilmu kepada anak asuhnya.
Pengalamannya sebagai pemain belakang ditularkan kepada generasi baru tersebut.
"Sebagai pelatih, saya berharap PSSI segera merealisasikan kompetisi kelompok usia tersebut agar kawan-kawan pelatih yang lain juga mengubah cara berpikirnya dalam mengelola sekolah atau akademi sepak bola," kata penggemar pecel lele ini berharap.
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | - |
Komentar