Usai Paris Saint- Germain tersingkir dari Liga Champion, setelah kalah agregat 5-6 dari Barcelona pada babak 16 besar, maka AS Monaco menjadi satu-satunya wakil Prancis yang masih tersisa di babak tersebut. Pada leg I 16 besar, bermain di City of Manchester, Monaco kalah 3-5 dari Manchester City, 21 Februari lalu.
Penulis: Dian Savitri
Pada Rabu (15/3), Monaco akan menjamu City di Stade Louis II. Mungkinkah Monaco akan menjadi satu-satunya wakil Prancis di perempat final? Bisa saja, asalkan Radamel Falcao dan kawan-kawan bisa membalikkan keadaan, dengan menang minimal 2-0.
Musim ini, Monaco punya andalan bernama Radamel Falcao. Striker asal Kolombia itu sedang menanjak lagi. Berkat kontribusi gol-golnya, juga beberapa pemain lainnya, Falcao membawa Monaco menjadi pemimpin klasemen sementara di Ligue 1.
Di Liga Champion, terutama di 16 besar, Falcao membuat dua dari tiga gol. Satu gol lagi dibuat oleh pemain muda sensasional, Kylian Mbappe. Tiga gol itu sangat krusial. Seandainya Falcao bisa membuat dua gol pada leg II, sementara para pemain bertahan bisa membuat para pemain City tidak berkutik, maka Monaco bisa melangkah ke babak berikut.
Sudah 13 tahun berlalu sejak Monaco bisa menjadi finalis 2003/04. Ketika itu, Monaco kalah 0-3 dari Porto, yang dilatih oleh pelatih yang di kemudian hari punya julukan The Special One, Jose Mourinho.
Baca Juga:
- Michael Essien, dari Singa Furiani ke Maung Bandung
- Pemain Ini Cetak Gol di Lima Kasta Teratas Liga Inggris secara Beruntun
- Essien Berharap Pemain Kelas Dunia Lain Menyusul ke Indonesia
Pada musim itu, Monaco dilatih oleh Didier Deschamps.
Tidak ada yang memprediksi bahwa Monaco bisa mencapai final pada musim itu. Monaco berada satu grup dengan Deportivo La Coruna, PSV Eindhoven, dan AEK Athens. Saat itu, prediksi langsung dibuat dan semua menyebut Monaco akan ada di urutan ketiga di fase grup dan akhirnya hanya akan berada di Piala UEFA. Paling maksimal, Monaco akan ada di urutan kedua dan langsung tersisih pada fase gugur.
Mengapa Monaco begitu diremehkan, bahkan oleh pers Prancis sendiri? Deschamps adalah sebabnya. Monaco adalah klub pertama yang ditangani oleh eks kapten tim nasional Prancis itu.
Ketika pertama kali menangani Monaco, pada 2001, usianya baru 33 tahun.
Di kancah antarklub Eropa, Deschamps masih rookie. Deschamps membawa Monaco lolos ke Liga Champion sebagai runner-up Ligue 1 2002/03, musim kedua sebagai pelatih Les Monegasques.
Baca Juga:
Rookie coach Deschamps terus membuat kejutan pada fase gugur Liga Champion 2003/04. Pada 16 Besar, Monaco bermain seri dengan agregat 2-2 atas Lokomotiv Moscow.
Monaco berhak ke perempat final karena gol tandang. Di babak berikut, giliran Real Madrid yang ditahan seri juga dengan skor agregat 5-5 dan Monaco lolos ke semifinal sekali lagi karena unggul gol tandang.
Di semifinal lain ceritanya. Mereka bertemu Chelsea. Bermain di kandang sendiri pada leg I, Monaco menang 3-1. Kemudian di Stamford Bridge, mereka menahan Chelsea, yang ketika itu ditangani oleh Claudio Ranieri dan diperkuat oleh Frank Lampard, Marcel Desailly, dan Claude Makelele, dengan skor 2-2.
Rusia, Jardim, Falcao
Yang menjadi senjata Deschamps musim itu adalah mutu para pemain yang dimiliki Monaco.
Walau kehilangan bek Rafael Marquez ke Barcelona, Monaco tetap memiliki pemain yang bisa membentuk pertahahan solid, dengan Gael Givet dan Julien Rodriguez, plus Patrice Evra. Lalu, ada juga Sebastien Squillaci.
Di lapangan tengah, Monaco memiliki dua sayap terbaik di sepak bola Prancis saat itu. Mereka adalah kapten Ludovic Giuly di kanan dan Jerome Rothen di kiri. Di lapangan tengah, Deschamps menggabungkan pemain Republik Ceska, Jaroslav Plasil, dengan Lucas Bernardi dan Akis Zikos.
Di depan, dengan Shabani Nonda mengalami cedera jangka panjang, memberi tempat untuk striker Kroasia, Dado Prso, dan juga pemain pinjaman dari Madrid, Fernando Morientes. Monaco juga memiliki pemain muda yang kemudian menanjak namanya, Emmanuel Adebayor.
Monaco tidak bisa melengkapi kisah indah itu dengan menjadi juara di final Liga Champion, akan tetapi kelolosan mereka ke final selalu menjadi patokan untuk musim-musim berikut, yang belum pernah lagi bisa mereka lakukan.
Musim ini, Monaco dilatih oleh Leonardo Jardim, pelatih asal Portugal yang jelas bukan rookie, sebab sudah banyak klub yang dilatihnya, walau baru berusia 42 tahun. Jardim juga sudah pernah berada di Liga Champion, bersama Olympiacos pada 2012/13.
Ditunjuk sebagai pelatih Monaco pada 10 Juni 2014, Jardim membawa Monaco hingga perempat final Liga Champion 2014/15. Itu adalah penampilan pertama Monaco di ajang itu, sejak mereka promosi kembali ke Ligue 1 pada akhir musim 2012/13.
Monaco sempat dua musim berlaga di Ligue 2, yaitu 2011/12 dan 2012/13. Pada 2011, duapertiga saham Monaco dibeli oleh miliuner Rusia, Dmitry Rybolovlev. Sisa saham dimiliki oleh House of Grimaldi, keluarga kerajaan.
Sejak menjadi milik orang Rusia itu, Monaco tidak berlama-lama di Ligue 2. Monaco membeli berbagai pemain bintang dengan mengeluarkan ratusan juta euro.
Hanya, pada 2014 Monaco sempat kehilangan banyak pemain bintang.
Seperti James Rodriguez yang dibeli Madrid pada 2014. Satu tahun kemudian, Yannick Carrasco pergi ke Atletico Madrid. Falcao bergabung ke Manchester United lalu ke Chelsea, serta Geoffrey Kondogbia pergi ke Inter Milan dan Anthony Martial ke United.
Ketika itu, suporter Monaco marah bukan kepalang. Masa depan Monaco di Eropa dan juga di liga tampak sangat gelap.
“Mereka sangat marah. Banyak sekali pemain bintang yang pergi pada musim panas 2015,” kata Vadim Vasilyev, wakil presiden Monaco, kepada The New York Times.
Memasuki musim ini, Monaco mendapatkan Falcao yang kembali dari masa pinjaman di Chelsea. Bersama Falcao, hadir pula Mbappe, yang direkrut dari Monaco U-19. Falcao menjadi tumpuan gol-gol Monaco musim ini.
Di Liga Champion, pemain berusia 31 tahun itu membuat empat gol, sementara di Ligue 1, Falcao sudah mengumpulkan 16 gol. Di Ligue 1, Monaco memastikan diri berada di puncak klasemen sejak mereka mengalahkan Marseille 4-1, 22 Januari.
Di Liga Champion, Monaco masih punya peluang untuk lolos ke perempat final, mengulang prestasi 2014/15. Tentu saja syaratnya, seperti disebutkan di atas, Monaco harus bisa sekali lagi mengandalkan kekuatan menyerang mereka sekaligus membuat Manchester City tidak berkutik.
SKUAT 2003/04
Monaco tampil dalam 52 laga (38 di Ligue 1, 13 di Liga Champion, dan satu di Coupe de la Ligue). Poin per gim 1,85.
Kiper: 1-Danijel Subasic (Kroasia), 16-Morgan De Sanctis (Italia), 30-Seydou Sy, 40-Loic Badiashile; Bek: 25-Kamil Glik (Polandia), 19-Djibril Sidibe, 5-Jemerson (Brasil), 23-Benjamin Mendy, Marcel Tisserand (RD Kongo), 6-Jorge (Brasil), 38-Almamy Toure (Mali), 24-Andrea Raggi (Italia), 34-Abdou Diallo; Gelandang: 2-Fabinho (Brasil), 8-Joao Moutinho (Portugal), 14-Tiemoue Bakayoko, 26-Gabriel Boschilia (Brasil), 35-Kevin N'Doram; Penyerang: 10-Bernardo Silva (Portugal), 27-Thomas Lemar, 9-Radamel Falcao (Kolombia), 29-Kylian Mbappe, 18-Valere Germain, 11-Guido Carrillo (Argentina), 7-Nabil Dirar
SKUAT 2016/17
Hingga 12 Maret 2017, Monaco telah tampil 46 laga (28 di Ligue 1, 7 di Liga Champion, 4 di kualifikasi Liga Champion, 4 di Coupe de France, dan 3 di Coupe de la Ligue). Poin per gim 2,3.
Kiper: 1-Stephane Porato, 16-Andre Biancarelli, 29-Tony Sylva (Senegal), 30-Flavio Roma (Italia);
Bek: 3-Patrice Evra, 19-Sebastien Squillaci, 4-Hugo Benjamin Ibarra (Argentina), 12-Joseph Dayo Oshadogan (Italia), 27-Julien Rodriguez, 32-Gael Givet, 33-Marco Ramos (Portugal), 35-Hassan El Fakiri (Norwegia), 39-Jim Ablancourt;
Gelandang: 6-Jaroslav Plasil (Rep. Ceska), 34-Jimmy Juan, 21-Nicolas Hislen, 7-Lucas Bernardi (Argentina), 14-Edouard Cisse, 15-Akis Zikos, 25-Jerome Rothen, 38-Laurent Mohellebi;
Penyerang: 24-Emmanuel Adebayor (Togo), Nicolas Maurice-Belay, 26-Souleymane Camara (Senegal), 31-Sebastien Grax, Sebastien Carole (Martique), 8-Ludovic Giuly, 9-Dado Prso (Kroasia), 10-Fernando Morientes (Spanyol), 18-Shabani Nonda (RD Kongo).
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | Tabloid BOLA No. 2.750 |
Komentar