Meski berstatus sebagai tamu Liverpool FC di Stadion Anfield pada Minggu (12/3), ada satu hal yang membuat Burnley tetap memiliki keyakinan untuk menghadirkan kejutan. Keyakinan tersebut terpicu oleh peristiwa pada paruh pertama musim 2016-2017.
Penulis: Dedi Rinaldi
Pada pertemuan pertama di Agustus 2017, tiba-tiba saja Liverpool keok dipukul Burnley dengan skor 3-4.
Padahal, pada pekan sebelumnya, Liverpool sukses mengalahkan Arsenal dalam pertandingan dramatis di kandang The Gunners dengan skor akhir 4-3.
Pada pekan ini, urutan peristiwa yang persis dengan paruh pertama terjadi lagi.
Baca juga:
- Kapten PSMS Medan Musim 2016 Menjagokan Arema FC Jadi Juara
- Internazionale Menuju ItalInter
- Valentino Rossi Belum Puas dengan Performanya
Seminggu lalu, Liverpool kembali mengalahkan Arsenal dan pekan setelahnya bertemu Burnley.
Hanya, kali ini yang bertindak sebagai tuan rumah ialah Liverpool FC.
Lantas, apakah kejadian yang sama akan kembali terjadi?
Kubu Burnley jelas menyatakan peristiwa yang menyenangkan buat mereka diharapkan akan kembali.
Manajer Burnley, Sean Dyche, secara tegas menyatakan timnya sangat bersemangat melakukannya lagi.
“Kami tahu Liverpool kerap kesulitan bertemu tim yang berada di level bawah, terutama jika bertemu kami. Karena itu, kami akan bekerja keras agar bisa memukul Liverpool dua kali pada musim ini,” kata Sean Dyche.
Kebalikan dengan Burnley, kubu Liverpool menyatakan tidak bahagia mengingat peristiwa di paruh pertama tersebut.
Namun, The Reds memang harus bisa menjawab mengapa mereka terkesan perkasa saat melawan tim-tim yang berada di posisi enam besar, namun kerap loyo saat menghadapi klub-klub medioker.
Bahkan, empat dari lima kekalahan di kancah Premier League yang dialami sejauh musim 2016-2017 berjalan berasal dari klub-klub yang berada di posisi bawah klasemen.
Karena itu, striker Liverpool, Roberto Firmino, menyatakan kebutuhan terbesar pada timnya sekarang ialah konsistensi.
“Kami cuma tidak mampu melakukannya secara konsisten. Cara kami bermain melawan tim favorit cenderung brilian dan mendominasi, namun saat bertemu tim level bawah kerap menghilang,“ ujar Firmino.
Penekanan pada sisi konsistensi memang tidak bisa ditunda lagi. Apalagi, Burnley sudah berubah, dalam arti menjadi lebih kuat ketimbang paruh pertama.
Salah satu yang mesti diperhatikan The Reds ialah gelandang kawakan Joey Barton yang telah berusia 34 tahun.
Meski kerap bermain sebagai pengganti, mantan gelandang pilar Manchester City, Newcastle United, sampai Glasgow Ranger ini masih sanggup menjadi kejutan dan penyumbang kemenangan bagi Burnley.
Saat melakoni debut bersama Burnley pada Januari 2017, Barton langsung memberi kemenangan lewat tendangan bebasnya ke gawang Bournemouth.
Lalu, selain keterampilan teknis yang dimiliki, kelebihan Barton lainnya ialah dalam mengkreasi permainan dan mental tim.
Hal ini perlu dicermati oleh Liverpool mengingat Barton sudah berulang kali merasakan bertanding melawan The Reds.
Jika pada laga paruh pertama Liverpool bisa berkilah bahwa mereka agak kabur dengan peta kekuatan Burnley, alasan tersebut tidak bisa ditoleransi lagi.
Seharusnya, sekarang Liverpool sudah jauh lebih pintar dan cerdik.
Salah satu kecerdikan yang bisa dieksploitasi Liverpool ialah lebih berusaha memanfaatkan sepak pojok.
Tendangan penjuru diyakini bisa dan akan menguntungkan mereka saat main melawan Burnley.
Secara statistik, Liverpool kini memang terkesan lemah di sepak pojok.
The Reds mengoleksi 58 gol sejauh ini. Dari jumlah tersebut, 16 gol di antaranya dihasilkan melalui situasi set piece dan hanya enam gol yang bisa dihasilkan dari situasi sepak pojok.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar