Sejumlah pemain yang terlibat dalam sepak bola gajah antara PSS Sleman kontra PSIS Semarang pada Oktober 2014 kini menjalani hidup baru setelah sanksi mereka diputihkan oleh PSSI. Salah satunya striker Monieaga Bagus Suwardi, yang kini berkostum Mitra Kukar.
Penulis: Gonang Susatyo
Sang pemain mengakui bahwa kariernya tenggelam selepas kasus tersebut. Ia harus menghidupi keluarganya lewat pertandingan sepak bola tarikan kampung (tarkam).
Setelah menjalani periode pahit itu, Monieaga kini menatap lembaran baru dalam perjalanan kariernya. Berikut penuturan sang pemain kepada kontributor Tabloid BOLA, Gonang Susatyo.
Hal pertama yang Anda lakukan setelah menerima keputusan diputihkannya sanksi kasus sepak bola gajah?
Saya sebenarnya selalu yakin hukuman itu akan diputihkan. Saya memang bersalah, tetapi juga yakin bakal mendapat keringanan.
Bila tidak yakin, saya sudah meninggalkan sepak bola dan mencari pekerjaan lain. Walau demikian, tetap saja saya langsung menangis begitu mendengar sanksi sudah diputihkan.
Saya menerima kabar dari pelatih Herry Kiswanto. Saat itu juga saya menangis. Harapan bermain sepak bola pulih lagi.
Atas kasus sepak bola gajah, Anda dan beberapa pemain memberanikan membeberkan insiden itu sehingga sempat menjadi polemik?
Saya sudah tidak kuat memendamnya. Coba bayangkan, bagaimana rasanya memendam sesuatu sampai begitu lama. Hati menjadi tidak enak. Akhirnya, saya mencoba mengeluarkannya.
Saya tidak berpikir saat itu akan dikurangi sanksi atau diputihkan. Saya hanya ingin mengeluarkan apa yang selama ini saya pendam.
Saat kami membukanya memang muncul pro dan kontra. Banyak yang mendukung, tetapi ada juga yang mengecam. Semua saya terima.
Apa yang menjadi pelajaran bagi Anda dari kasus tersebut?
Saya tidak akan mengulanginya lagi. Ke depan, saya akan lebih hati-hati. Jangan sampai terjerumus lagi. Biar bagaimana pun hal ini menjadi trauma bagi saya. Bagaimana tidak, hidup jadi sengsara.
Anda menjadi satu-satunya pemain dari kasus itu yang mendapat klub dari Liga 1 dengan memperkuat Mitra Kukar?
Betul juga, saya mungkin satu-satunya pemain yang lolos sanksi dan kemudian bisa bergabung dengan klub Liga 1. Tentu saya bersyukur karena ada klub Liga 1 yang merekrut saya.
Bagaimana ceritanya bisa bergabung dengan Mitra Kukar?
Bermula saat saya ikut tarkam di Habibie Cup. Saya bermain bersama pemain Mitra Kukar, Zulkifli Syukur. Dia kemudian mengajak saya bergabung ke Mitra Kukar yang akan bermain di Piala Jenderal Sudirman.
Saat itu, manajemen klub juga sudah memastikan bila pemain yang disanksi bisa ikut. Saya bahkan sudah dua kali bermain dan mencetak satu gol sebelum keluar keputusan bahwa pemain yang disanksi tak boleh bermain.
Untuk kedua kalinya saya terpukul. Setelah disanksi dan kemudian mendapat larangan bermain. Sedihnya lagi, Mitra Kukar juara Piala Jenderal Sudirman. Saat itu, saya berkata, “Seharusnya saya bersama mereka.” Tetapi, ya sudahlah, itu masa lalu.
Kini Anda kembali bergabung dengan Mitra Kukar. Apa hal ini sudah menjadi komitmen Anda?
Ya, setelah ada pengumuman sanksi diputihkan, hanya selang dua hari saya dihubungi manajemen klub agar segera bergabung. Sebelumnya, manajemen juga sudah menyampaikan bila saya bebas, saya bisa bergabung kembali.
Begitu bebas, saya kembali ke Mitra Kukar. Sebetulnya banyak klub yang memberikan tawaran, namun saya sudah punya komitmen dengan Mitra Kukar. Jadi, saya tetap di sini.
Bagaimana menghadapi persaingan para penyerang di kompetisi? Apalagi banyak striker asing yang mendominasi dan menguasai daftar pencetak gol.
Hanya satu yang harus dilakukan, kerja keras. Bila mendapatkan kesempatan bermain, berapa pun menitnya, hal itu harus bisa dimanfaatkan. Untuk memanfaatkannya, kami harus bekerja keras.
Harus diakui, pemain asing mendominasi liga. Mereka direkrut tentu karena kualitasnya lebih baik. Jadi, yang harus dilakukan adalah bekerja keras dua kali lipat untuk menyaingi mereka. Itulah target saya.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar