Peran legiun muda jebolan La Fabrica tak bisa dilepaskan dari kesuksesan Real Madrid menjuarai dua titel Liga Champions dalam tiga tahun terakhir. Meski begitu, Los Merengues butuh perjalanan panjang dan kebijakan khusus sebelum memutuskan untuk menetaskan Dani Carvajal dkk.
Penulis: Sapto Haryo Rajasa
Berbeda dengan musim-musim sebelumnya, terhitung 2013-2014 skuat Real Madrid dihuni pemain-pemain muda dengan jumlah yang jauh lebih banyak.
Selain Carvajal, ada Casemiro, Alvaro Morata, Jese Rodriguez, Denis Cheryshev, Lucas Vazquez, Marcos Asensio, Mariano Diaz, hingga Marcos dan Diego Llorente.
Artinya, pemain-pemain muda ini memiliki kualitas mumpuni sehingga dianggap layak merumput di tim inti.
Tak seperti pada era Los Galacticos I di awal 2000-an, di mana Oscar Minambres, Borja Fernandez, Alex Perez, Cecar Navas, hanya sesekali saja diberi kepercayaan mengoleksi menit main.
Mungkin satu-satunya nama yang mewakili cantera Madrid di masa itu adalah Francisco Pavon, yang muncul belakangan setelah Raul Gonzalez dan Guti Hernandez.
Saking langkanya wakil La Fabrica dalam skuat, sampai-sampai Pavon dijadikan perlambang cantera dengan sebutan Pavones.
Kebijakan berlabel Zidanes and Pavones, yang mewakili pemain bintang dan pemain akademi, tak bisa dibilang berhasil. Yang ada, kebijakan untuk melibatkan para cantera justru terkesan agak dipaksakan.
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | Tabloid BOLA No.2.740 |
Komentar