Claudio Bravo disebut-sebut sebagai kiper yang dibina dan dibentuk agar sesuai dengan gaya sepak bola ofensif berbasis operan yang kini menjadi filosofi Pep Guardiola.
Penulis: Sem Bagaskara
Bravo dan Guardiola memang baru bertemu dan bekerja sama di Manchester City pada 2016-2017. Akan tetapi, keduanya sebenarnya sudah saling bertaut sejak lama.
Ketika masih menghuni tim junior Colo-Colo, Bravo dilatih oleh orang bernama Julio Rodriguez. Inspirasi terbesar Rodriguez dalam melatih adalah Frans Hoek, pelatih kiper yang pernah bekerja untuk Barcelona dan Ajax.
Saat di Ajax pada 1986, Hoek berkolaborasi dengan Johan Cruyff, sosok yang amat dikagumi Guardiola.
Tak heran, jika Rodriguez maupun Guardiola berada di frekuensi yang sama. Mereka suka dengan kiper yang cakap mengalirkan bola dengan kaki.
Baca Juga:
- Doa Bek Chelsea untuk Bek Cepat Arsenal
- Cuadrado Akui Gol Tendangan Geledek ke Gawang Inter Beruntung
- Mourinho: Terakhir Kali Duduk di Sini, Keesokannya Saya Dipecat
Bravo segera menjadi pilihan pertama Guardiola begitu didatangkan City pada Agustus silam.
Akan tetapi, "romansa" Bravo dengan Guardiola ternyata tak semulus yang dibayangkan.
Bravo belakangan tampil kurang meyakinkan.
Bahkan, posisinya di bawah mistar digeser oleh Willy Caballero dalam tiga partai teranyar City kontra Crystal Palace (28/1) di Piala FA, pekan ke-23 EPL versus West Ham (1/2), dan pekan ke-24 liga melawan Swansea (5/2).
Akurasi
Sial bagi Bravo, dalam tiga laga tersebut Caballero mampu meraih dua clean sheet. Caballero sudah 12 kali tampil sebagai starter bagi City di semua ajang serta mengoleksi empat clean sheet.
Rekor The Citizens saat nama Caballero tercantum di susunan pemain utama adalah 10 kemenangan, satu imbang, dan satu kekalahan.
"Saya mencoba adil. Tapi, saya tampak tidak adil bagi pemain sebab mereka semua layak bermain," kata Guardiola menanggapi penepian Bravo.
Terkait ketepatan distribusi baik dengan lemparan maupun kaki, Caballero (75%) bahkan lebih baik dari Bravo (74%). Wajar jika kini Guardiola pusing karena dihadapkan dengan pilihan sulit.
Anggapan bahwa Caballero inferior dari Bravo soal kecakapan mendistribusikan bola praktis tak terbukti. Akurasi operan Caballero (76%) di EPL hanya berselisih tipis dengan milik Bravo (77%).
Terkait ketepatan distribusi baik dengan lemparan maupun kaki, Caballero (75%) bahkan lebih baik dari Bravo (74%). Wajar jika kini Guardiola pusing karena dihadapkan dengan pilihan sulit.
Sang pelatih berkepala plontos itu mesti bertahan dengan Bravo, yang seolah ditakdirkan untuknya, atau memercayakan gawang kepada Caballero, yang terbukti selalu menampilkan performa apik saban diberi menit tampil.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | Tabloid BOLA No.2.740 |
Komentar