Sebelum Chelsea melejit dengan deret kemenangan dan menjadi kandidat terdepan peraih gelar juara, Manchester City sudah lebih dulu melakukannya. The Citizens menggoreskan 10 kemenangan beruntun, enam di antaranya di liga, di 10 laga pertama.
Penulis: Christian Gunawan
Sangat wajar bila kala itu Manchester City menjadi favorit. Selain bertabur bintang, klub itu kini diracik Pep Guardiola, pelatih dengan reputasi mengesankan.
Namun, City seperti menaiki wahana roller-coaster setelah menang atas Swansea di Premier League pada 24 September, laga kesepuluh.
Klub kaya raya ini membuat 11 kemenangan lagi, tapi juga tujuh kali imbang dan tujuh kali menelan kekalahan di 25 partai berikutnya.
Melihat kelanjutan yang tak seindah awal musim, Guardiola menilai dirinya melakukan kesalahan besar: terlena karena deret kemenangan awal musim tersebut.
Ia mengira telah menguasai sepak bola Inggris dan para pemain telah meresapi falsafahnya dalam tempo singkat.
“Saya pikir kami belajar banyak. Kami meningkat di awal musim, lalu berhenti. Mungkin ini terdengar saya sedang merendah, tapi penampilan buruk kami akibat kesalahan saya. Saya cukup yakin kami memulai musim secara baik dalam banyak hal, tapi kini kami mandek,” ucap Pep dikutip UKPA.
Sang bos tenar karena mampu membuat Barcelona menerapkan tiki-taka yang tersohor itu. Sekian banyak gelar diraih Barca saat dan setelah ditangani Pep berkat gaya itu.
Bayern Muenchen, klub Pep berikutnya, juga bisa menyajikan permainan operan pendek itu dalam taraf tertentu untuk setidaknya menguasai Bundesliga.
Baca Juga:
- Southampton, Pelabuhan Baru Si Pencetak 25 Gol dalam 3.119 Menit
- Momen JUARA: Gol Penalti Antonin Panenka di Final Piala Eropa 1976
- Lorenzo: Saya Lebih Terkenal di Sini daripada di Negara Sendiri
Man City menghasilkan tantangan yang berbeda buat orang Spanyol itu. Pemahaman City tak bisa seinstan dua klub sebelumnya itu.
Sambil berupaya menularkan pemikirannya, Guardiola menyatakan dirinya yang mesti beradaptasi.
“Kadang kala kami mesti lebih sering melakukan hal yang sama. Jika sering melakukannya, tim mesti mengubah banyak variasi. Saya percaya kami punya kemampuan itu, tapi tak demikian dengan para pemain. Jadi, saya mesti menyesuaikan diri," ujar Pep sambil menegaskan bahwa dirinya memiliki ambisi besar.
Dengan sekian banyak laga, tak banyak waktu, tapi di sanalah letak kesenangannya. Akan membosankan bila setiap pemain sudah mentok,” katanya.
[video]http://video.kompas.com/e/5303681813001_v1_pjuara[/video]
Manchester City sampai pekan ke-23 berada di posisi kelima. Mereka tertinggal 10 poin dari Chelsea yang nyaman di pucuk klasemen, tapi defisit satu poin saja dari peringkat kedua, Tottenham.
Pep mengutarakan kekaguman terhadap kedua rival.
“Tottenham dan Chelsea adalah yang terbaik saat ini perihal pergerakan pemain. Kedua tim tahu persis apa yang harus dilakukan. Kami masih belum berada di tahapan itu sehingga belum bisa tampil secara konsisten,” kata Pep.
Walau sang bos "cemburu" terhadap tim lain, para fan City bisa berharap Pep takkan meninggalkan falsafahnya. Namun, beban Pep akan semakin berat musim depan.
Dante, bek Nice yang pernah bermain di bawah arahan Pep di Bayern, mendukung sang arsitek untuk bisa mencatat kesuksesan di Stadion Etihad.
“Pep adalah pelatih yang bekerja dengan seratus persen komitmen terhadap filosofinya. Jadi, para pemain mesti memahami filosofi itu seratus persen pula. Tentu saja permainan di Inggris lebih berat dan bertenaga," ucap bek tengah asal Brasil itu di FourFourTwo.
"Mungkin ia akan merasa tahun pertama berjalan berat, tapi begitu para pemain mampu menyesuaikan diri dengan falsafahnya, terhadap cara berpikirnya, mereka akan membaik,” katanya.
[video]http://video.kompas.com/e/5303656991001_v1_pjuara[/video]
Editor | : | Beri Bagja |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar