Mulai 1 Juli 2016, Peter Hyballa resmi menjadi pelatih klub Eredivisie Belanda, NEC Nijmegen. Menurut Voetbal International, kontrak pelatih berusia 41 tahun itu akan berlangsung selama dua tahun.
Direktur NEC, Bart van Ingen, sangat bersemangat ketika memperkenalkan Hyballa kepada publik pada 13 Mei tahun lalu. Siapa sebenarnya Hyballa?
Hyballa, ayah dari Jerman dan ibu asal Belanda, lahir di sebuah kota di Jerman, yang merupakan bordertown dengan Belanda, Bocholt, pada 5 Desember 1975.
Hyballa tidak pernah menjadi pemain sepak bola. Sejak awal berkarier di sepak bola dilakukannya sebagai pelatih, terutama pelatih tim junior.
Baca juga:
- Lorenzo Bidik Gelar Juara Dunia bersama Ducati
- Persija Bisa Diperkuat Nicolas Retamal pada Piala Presiden 2017
- Dirk Kuyt Masih Dicintai Suporter Liverpool
Hyballa pernah menjadi pelatih tim junior untuk FC Bocholt, Bielefeld U-19, Wolfsburg U-17 dan U-19, Borussia Dortmund U-19, Red Bull Juniors di Austria, serta Bayer Leverkusen U-19.
Klub senior yang ditanganinya adalah Alemannia Achen, Bayer Leverkusen, serta Sturm Graz.
Dua tahun sebelum menjadi pelatih di NEC, Hyballa bergabung dengan Dutch Professional Football Coaches (Coaches Betaald Voetbal - CBV).
Ia menjadi satu-satunya orang Jerman di sana hingga saat ini. Dengan demikian, bisa dikatakan Hyballa sangat cocok untuk melatih sebuah klub Belanda.
“Di Jerman, kami berlatih dengan banyak pengaruh dari sepak bola Belanda. Saya pernah menulisnya dan kini saya bekerja di liga itu. Rasanya spesial,” kata Hyballa.
Barangkali, kariernya yang istimewa hingga saat ini adalah ketika ia menjadi pelatih tim junior Dortmund, di mana Juergen Klopp masih melatih klub itu.
Ketika berada di Dortmund Junior, Hyballa adalah salah satu sosok yang ikut mendidik Mario Goetze dan yang lainnya, masuk ke tim senior Dortmund, kemudian dibeli oleh Bayern Muenchen.
Namun, lebih dari itu, Klopp dan Hyballa sama-sama punya kebiasaan untuk melakukan hal yang berbeda selain sepak bola.
Klopp melakukan kerja amal dengan bekerja di rumah sakit, sementara Hyball pergi ke Afrika, melatih di Namibia.
Klopp kuliah di universitas untuk belajar sports science, Hyball menimba ilmu justru dengan menulis buku.
Pada 2015, Hyballa pernah diundang ke Hennes Weisweiler Academy, di mana para pelatih Jerman mendapat lisensi kepelatihan.
Bukan untuk kursus di sana, melainkan mereka meminta Hyballa untuk mengajar salah satu mata kuliah.
“Prinsip saya adalah menganut gaya khas Jerman. Kami orang Jerman berlatih lebih banyak, berlatih lebih keras, dan berlatih lebih kuat,” kata Hyballa, ketika diwawancara Sky Sports.
Kini, Hyballa membawa sepak bola heavy metal ke Eredivisie. Bukan ke klub besar macam PSV Eindhoven, Feyenoord Rotterdam, atau Ajax Amsterdam. Melainkan ke klub yo-yo, karena punya kebiasaan untuk degradasi dan promosi, yakni NEC Nijmegen.
“Sangat tidak mudah bekerja di NEC. Masalah finansial selalu menghantui. Namun, setiap hari saya selalu berpikir positif. Persis seperti yang dilakukan oleh Klopp. Ia selalu bahagia,” kata Hyballa.
“Untuk empat pertandingan pertama, statistik menunjukkan NEC ada di dasar klasemen untuk hal penguasaan bola. Kini, kami ada di 10 besar klasemen berkat menang beruntun sejak kembali dari winter break di Marbella. Seandainya liga berakhir saat ini, saya akan minum sampanye,” ucap Hyballa sambil tertawa.
Dengan keterbatasan keuangan, NEC potensial bisa mendapatkan posisi terbaik di klasemen pada akhir musim nanti. Terbaik dalam satu dekade.
Saat ini, NEC berada di peringkat ke-10, turun satu peringkat setelah kalah 0-4 dari pemimpin klasemen sementara, Feyenoord, 29 Januari lalu.
“Saya punya filosofi tentang transisi dalam permainan yang saya kembangkan bersama Klopp di Dortmund, yaitu tentang merebut kembali bola dalam hitungan empat atau lima detik setelah direbut lawan. Saat ini, saya tidak memainkan gaya itu seperti Juergen, karena ia berada di Liverpool, sebuah klub yang sangat bagus. Jadi, ada bedanya,” kata Hyballa.
NEC bukan klub terbaik di Belanda, begitu pengakuan Hyballa. Jadi, ia dan tim pelatih memodifikasinya menjadi dengan sedikit menekan di lapangan tengah dan kadang mundur untuk bertahan.
"Jika saya punya tim yang lebih baik, saya akan meminta tim menekan sejak baris pertama. Sebab, jika pemain menekan lawan, tidak mudah bagi pemain untuk mendekati gawang kami,” ujar Hyballa.
“Ketika bersama Juergen di Dortmund, di total pressing atau yang kemudian dikenal dengan gegenpressing, apa yang dilakukan pemain terhadap bola adalah rahasianya. Hal itu hadir berkat pemain yang sangat bugar dan team spirit tingkat tinggi,” kata Hyballa.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | Sky Sports, Voetbal International |
Komentar